Home » Fiqih » Ushul Fiqih » 002. Syarah Waraqat

002. Syarah Waraqat

002. Syarh Waraqat

 

Kitab Matan Al waraqat ini kita bisa lihat di yang ada ana coba tampilkan kitabnya mudah-mudahan bisa sudah terlihat.

Untuk bagian awal ana ulang singkat sebelum kita lanjut kebahasaan berikutnya nanti untuk sesi tanya jawab nanti biar mudah kita sekaligus di bagian akhir bahasan kita ini. Ini kitabnya syarhul waroqot fi ushul fiqh penulisnya Abdullah bin Shalih Al Fauzan kemudian ada pengantar dari dokter Ahmad bin Abdullah bin Humaid beliau juga staff pengajar di Universitas Ummul Qura.

Kemudian  waktu itu kita sudah mulai masuk pada taqdimnya setelah belia awali dengan Hamdalah, kemudian syahadah, pada bagian paragraf pertama beliau menyampaikan bahwa ilmu usul Fiqih ini termasuk ilmu yang mendapatkan perhatian di kalangan para mutaqaddimin dan mutaakhirin. Ulama terdahulu dengan ulama belakangan. Ini merupakan manhaj syar’i untuk mengetahui hukum Allah dalam berbagai persoalan-persoalan yang muncul, dalam berbagai persoalan yang muncul. Ilmu ini kemudian beliau jelaskan, ilmu yang sejak awal kita bisa lihat posisinya menjadi manhaj syar’i untuk mengetahui hukum Allah terhadap berbagai persoalan-persoalan yang baru. Dapat bersyukur kita hidup di tengah-tengah sohwah Islamiyah yang diberkahi dan ada antusias banyak kalangan untuk kembali kepada agama Allah dan belajar agama ini. Yaitu bangkitan atau shohwah yang sebelumnya tidak kita saksikan di beberapa tahun silam. Kemudian kita juga melihat bagaimana antusias orang untuk belajar ilmu syar’i duduk di hadapan para masyayikh, hadir di halaqah-halaqah masyayikh. Menghafal al Quran kemudian mencoba untuk memahami hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, memahami usul atau prinsip-prinsip istimbat juga memahami bahasa Arab untuk bisa berbahasa dengan baik dan benar sebagai upaya untuk memahami syariat termasuk memanfaatkan waktu yang paling utama paling, paling baik agar bisa dimanfaatkan dalam ketaatan kepada Allah azza wa jalla. Ini keadaan yang patut kita syukuri dan ayat yang disebutkan di surat at-taubah ayat 32, Allah akan senantiasa menyempurnakan cahaya agamaNya meskipun orang kafir tidak suka. Kemudian tujuan diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab adalah agar orang beribadah kepada Allah Semata. Tidak menyekutukan Allah azza wa jalla. Sesuai dengan manhaj yang telah Allah syariatkan. Dari sini kita bisa memahami bahwa mengetahui hukum Allah dalam sebuah masalah itu merupakan buah dari ilmu-ilmu syar’i.

Di sini ada ilmu ilmu syar’i bukan satu ilmu ilmu syar’i dengan berbagai cabangnya. Tapi ini kalau tidak Kalau tidak dipahami dengan baik orang mengira bahwa membahas suatu bahasan itu sederhana. Padahal banyak bahasan itu dari proses yang sifatnya panjang. Ulasan yang tidak sesederhana yang dibayangkan. Ini yang yang terjadi pada ilmu-ilmu yang ada ini. Jadi Ketika kita membahas, sebetulnya membahas sebuah masalah sebetulnya ada bahasan-bahasan yang terkait dengan beberapa cabang ilmu yang bagi yang belum pernah belajar mungkin tidak bisa merasakan bahwa ilmu itu hadir di bahasan tersebut. Menjadi salah satu bagian yang membentuk simpulan akhir dari sebuah hukum syar’i misalnya. Ada bahasan adabnya, ada bahasan usul Fiqih nya, ada bahasan aqidahnya sehingga pemilihan kata pada saat membahas bahasan tersebut menunjukkan ketelitian yang luar biasa dari para ulama. Oleh karena itu membahas sebuah bahasan dalam ilmu syar’i ini bukan seenaknya bukan semaunya begitu saja. Kalua sekarang misalnya, modelnya itu ya karena modalnya pinter browsing kemudian bisa merangkai kata lalu mengumpulkan bahan dari media sosial jadilah pembahasan yang kemudian kita kenal sekarang ini. Tentu tidak sesederhana itu. Jadi prosesnya melalui proses dipilih,  dikaji, diseleksi dan yang penting berhubungan ilmu ushul fiqih nya ada ma’ayir, ada khusus, ada timbangan-timbangan, ada kaidah-kaidah, ada prinsip-prinsip yang telah diletakan oleh para ulama Islam. Itu diambil dari kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian bahasa Arab sebagai bahasa turunnya Alquran dan Sunnah bahasanya hadis Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Itu yang juga perlu dikenalkan kepada umat supaya mereka tahu bahwa bahasan yang ada ini tidak sesederhana yang dibayangkan sekaligus juga mereka belajar bagaimana menghormati, menghargai ulama yang sudah bekerja keras membahas pembahasan tersebut sebab nanti akan lihat ketika diserahkan kepada selain ahlinya kepada yang bukan ahlinya, kita akan temukan kondisi pembahasan yang berantakan. Ada sekian banyak kaidah yang terabaikan. Ada ayat dan hadis yang tidak dijadikan bahan pertimbangan padahal itu menentukan pembahasan.

Kemudian beliau memulai dengan menceritakan sejarah ilmu ushul fiqih. Yang meletakkan pondasi ilmu ushul fiqih ini ada seorang Imam ahli bahasa ahli hadits ahli fiqih Muhammad bin Idris asy-syafi’i yang wafat tahun 204 Hijriyah. Kemudian secara berturut-turut ada ulama berikutnya yang membahas pembahasan ini. Mengkaji kemudian membuat sistematika dan pembahasan tertentu kemudian termasuk juga memberi judul untuk masing-masing kitab masing-masing BAB. Merumuskan  masalah-masalah yang dibahas itu. Merumuskan masalah juga bukan sederhana.  Contoh kerancuan yang muncul misalnya, ketika orang membahas tentang membaca basmalah dalam salat dengan bahasan Basmalah Apakah bagian dari Alfatihah atau bukan. Kalau itu dianggap satu paket atau satu rangkaian bahwa orang yang menganggap atau berpendapat Basmalah bukan Alfatihah berarti tidak menjaharkan baca itu artinya gagal memahami masalah. Karena dua masalah yang berbeda. Antara masalah membaca basmalah dalam Alfatihah dengan dijaharkan dengan berpendapat bahwa Basmalah itu bukan bagian dari Al Fatihah itu dua masalah yang berbeda. Kalau kebetulan ada ulama yang memilih bahwa Basmalah bukan Alfatihah dan tidak mencemarkan memang ada. Tetapi ada ulama yang memiliki pendapat bahwa Basmalah bukan Alfatihah tapi dalam salat membaca basmalah dan dijaharkan. Jadi itu bukan menjadi satu kesatuan bahwa yang berpendapat begini pasti begini. Itu contoh Bagaimana merumuskan masalah. Kemudian definisi rumuskan definisi definisi pada bahasan bahasan fiqh, juga ushul fiqih. Diantara ulama yang punya perhatian terhadap ilmu ini melanjutkan mengkaji apa yang sudah diletakan oleh Imam Syafi’i adalah Imam Abdul Ma’ali Abdul Malik Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf Al Juwaini yang 478 Hijriah. Beliau menulis nama aslinya adalah matan al-waraqat dan ini adalah risalah ringkas yang dianggap sebagai awal bagi orang yang ingin belajar ilmu ini. Buku ini mendapat perhatian besar bagi para ulama baik dalam bentuk disyarh dan jumlah syarhnya juga banyak. Kemudian diberi catatan ringkas catatan pinggir. Kasih keterangan keterangan untuk beberapa ungkapan yang perlu dikasih penjelasan. Ada juga yang bikin mandzumah. Bikin nadzom. dari matan waroqot ini. Maka kita nanti bisa cari juga dengan mesin pencarian masukkan kata mandzumah al waroqot bukan matan kitab ini tapi sudah dibuat dalam bentuk nadzom. Ini biasanya rumus di kalangan para ulama, kalau ada kitab banyak syarhnya, banyak catatan-catatannya dari para ulama, maka kita bisa tahu kadar kitab tersebut dan pentingnya kitab tersebut. Karena itu berlangsung dalam waktu yang lama apalagi kita tahu 478 H, kita hidup di tahun 1442 H. Jadi artinya, usia yang sangat lama hampir 1000 Tahun. Ini untuk menunjukkan Bagaimana pembahasan ini sudah berlangsung berabad-abad dan yang memberikan syarh juga sangat banyak.

Setelah itu, kita coba beralih pada bagaimana kita melihat karya-karya di ushul Fiqih sebelum masuk ke ushul fiqih ini. Ini termasuk bagian dari cara kita mengenali buku. Beberapa kali dalam kajian kita ini, ana sering menyampaikan bahwa beberapa ulama kita memberikan perhatian yang luar biasa ketika kita mau belajar, kita mau ngajar memberikan perhatian terhadap bagaimana buku-buku Ushul fiqih, buku-buku Fiqih, buku-buku Aqidah dan buku-buku yang lain untuk dikenali dengan baik Sebelum kita belajar. Ana ceritakan bagaimana ada orang yang dengan bangganya menunjukkan di laptopnya, “Alhamdulillah ana punya banyak kitab di laptop ini. Ada kitab ini, kitab itu kemudian sudah diklasifikasikan kitab nya khusus untuk kitab-kitab Ushul fiqih ada. Bukan cuma belasan bahkan puluhan kitab Ushul fiqih yang ditunjukkan kemudian kitab qawaid fiqhiyah dan seterusnya”. Tapi ada satu kelemahan yang nampak bahwa ini cuma sekedar mengumpulkan tapi tidak paham kalau orang bertanya “Kalau ana mau belajar mulai dari kitab yang mana?” Nah disini kita akan lihat kegagalan memahami itu menjadi petunjuk awal bahwa bisa dibayangkan bangunan ilmunya bisa tidak beraturan. Karena kitab-kitab ushul Fiqih itu seperti halnya tidak Tafsir dan yang lainnya bagus-bagus dan contoh yang pernah kita sebutkan bagaimana kitab tafsir Ibnu Katsir itu bagus dan sangat bagus tapi ana pribadi tidak termasuk yang menyarankan bagi pemula membaca tafsir Ibnu Katsir.  Jadi kitabnya bagus, tetapi bisa jadi tidak cocok untuk pemula. Beda dengan kalau kita menyarankan bisa silakan gunakan tafsir muyassar silakan gunakan tafsir as-sa’di untuk pemula.  Tadi sama-sama bagus tapi ada yang cocok untuk pemula ada yang cocok untuk tingkat lanjutan. Kebetulan yang ada versi bahasa Indonesia itu adalah ringkasan tafsir Ibnu Katsir yang dicetak 9 jilid atau cetakan lama 10 jilid itu ringkasannya bukan aslinya. Ini menunjukkan pentingnya kita mengenali muallafat. Mengenali karya-karya dalam sebuah ilmu. Kita perlu mengenali bagaimana buku-buku tersebut diposisikan pada tempatnya. Sama juga dengan ulama, diposisikan pada tempatnya. Ada ulama yang ahli di bidang tertentu dan dianggap pakar di bidang tertentu. Yang pada bidang yang lain tidak mengenal mengenal ada ahlinya juga. Bukan berarti bahwa ulama pada bidang X nya tidak mengetahui bidang Y tetapi ketika orang yang menggeluti bidang tertentu dalam waktu yang panjang dan keahliannya tidak sama dengan yang kajiannya, pendalaman pada bidang-bidang yang lain yang waktunya kemudian bahasannya tidak dilakukan dalam waktu yang panjang. Maka muallafat atau karya-karya dalam Ushul Fiqih juga begitu. Beliau ingin mengantarkan pada kita, ada yang perlu diperhatikan dalam melihat karya-karya di ushul Fiqih.

Pertama, bahwa ilmu usul Fiqih ini ada yang sudah terlanjur bercampur dengan manhajnya mutakallimin, pendapat-pendapatnya mutakallimin. Ilmu kalam. Bahkan ada yang sudah tercampur juga dengan mantiqnya Yunani. Itu bisa dengan jelas kita lihat dalam kitab Al Burhân karya Abdul Malik Al Juwaini dan al Mustashfa karya Abu Hamid al Ghazali. Kalau kita lihat penulis kitab kita ini (al Waraqat) 478 wafatnya kalua imam al Ghazali pada tahun 505 di masa yang berdekatan. Membahas al-mustashfa ini memang luar biasa. Kebetulan ana pernah belajar ushul fiqih kitab al mustashfa ini kepada salah seorang dosen dari bukhara yang kebetulan desertasi beliau tentang al mustashfa. Beliau ketika mengajarkan itu, kita perlu memeras otak dengan luar biasa kadang-kadang di beberapa pembahasan beliau menyampaikan itu kita nggak paham. Ini ngomong apa, bahasa apa. Kita harus membaca ulang kemudian mencari dengan beberapa sumber dan minta penjelasan pada beliau untuk kadang-kadang enggak sungkan-sungkan kita minta mohon diulang kembali maksudnya gimana. Minta disederhanakan.  Menggunakan cetakan yang 2 jilid. 2 jilid yang tebal-tebal lumayan. Ini contoh kitab yang dipengaruhi juga oleh ilmu kalam dan bahkan mantiq Yunani dan masih ada juga penulis-penulis ushul fiqih yang ada sesudah beliau berdua. Setelah menyadari hal tersebut beliau masuk ke bahasan ushul fiqih tetapi tercampurkan dengan ilmu kalam beliau menyadari hal tersebut kemudian menyampaikan udzurnya bahwa orang yang sudah terbiasa dengan kebiasaan tertentu memang sulit untuk lepas. Ini ungkapan umum di kalangan para ulama:

الفطام لأن الفطام عن المألوف شديد

Untuk disapih kalau ini ibaratnya anak sudah biasa menyusui (coba bayangkan ini karena mayoritas yang hadir ini sudah berumah tangga dan punya anak. Apalagi  anaknya sebagaian sudah besar-besar) masa-masa ketika anak tersebut lepas dari susuan ibunya. tidak mudah. Bagaimana caranya melepas itu aktivitas yang luar biasa. Kadang-kadang akhirnya jadi marah-marah. Yang sudah terbiasa dengan cara tertentu sudah biasa kalau mau tidur ya menyusui dengan ibunya, lalu kemudian disapih. Supaya berhenti. Itu pekerjaan yang berat. Sulit untuk melepaskan itu semua. Sama juga dengan orang yang sudah terlanjur dengan pemikiran tertentu tidak mudah melepaskan. Beginilah ilmu ushul fiqih yang pada saat itu atau pada masa tertentu dipengaruhi oleh pendapat, metode yang dikenal dengan para mutakallimin dan itu tentu berpengaruh pada proses perjalanan ilmu ushul Fiqih ini. Sehingga dampaknya tadi kita sampaikan di awal, ushul Fiqih itu adalah manhaj syar’I untuk memahami hukum-hukum. Untuk memahami persoalan-persoalan yang baru kemudian nanti bagaimana melihat masalah baru tersebut dari sisi hukumnya. Maka kalau dipengaruhi oleh ilmu lain yang masuk ke dalam ilmu ushul fiqih ini sehingga ilmu ushul fiqih yang ada tidak memberikan pengaruhnya, perannya. Peran ilmu ushul fiqih ini tidak bisa muncul sebagaimana mestinya. Tidak bisa hadir sebagaimana mestinya. Ini dampak dari masuknya ilmu-ilmu yang itu bukan bagian dari ushul fikih. Kemudian yang perlu juga kita sebutkan di sini atau ditegaskan disini, bahwa kekeliruan metode ini, kekeliruan belajar ushul fiqih dengan cara seperti ini adalah memasukkan ilmu kalam ke dalam ushul fiqih. Kemudian perlu ada upaya untuk bagaimana caranya membersihkan ini. Membersihkan ilmu ushul fiqih dari sesuatu yang masuk ke dalam ilmu ushul fiqih ini.

Alhamdulillah sudah ada yang mengingatkan kekeliruan ini kemudian membersihkan supaya ushul fiqih tetap menjadi ushul fiqih dan tidak tercampur dengan ilmu kalam ini dilakukan oleh Ulama di masa lalu dan di masa sekarang. Kalau di masa lalu kita lihat ada Imam Abu Hamid sama juga Abu Hamid Al bisyiroyiin 406 Hijriyah, Imam Abu Ishaq as siroozi 476 wafatnya. Selisih 2 tahun dengan Imam al Juwaini waktu yang berdekatan. Kemudian berikutnya ada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, murid-muridnya ada Ibnu qayyim, imam asy-syathibi Kalau di zaman sekarang ada Muhammad al-amin al Syangqithi dan sederet nama Imam rohimahullah jamii’an. Ini contoh imam-imam yang sudah mengingatkan lalu kemudian berupaya untuk membersihkan ilmu ushul fiqih dari ilmu kalam yang masuk ke dalam ushul fiqih. Ini sisi yang pertama.

(Di sini ada keterangan ini untuk hal ini berkaitan dengan cara membacanya Hamzah Sukun dan seterusnya ini dan dinisbatkan kepada istri Rain nama sebuah daerah di khurosan. Yang diungkapkan oleh Imam Ibnu khallikan dalam bukunya wafayat al-a’yan. Kemudian tadi ada imam yang kedua yaitu Imam syairozi Hani ada buku ta’arud akl wa nakl karya syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)

Kemudian orang bertanya kemudian kalau ilmu ushul fiqih yang bersih atau tidak tercampur dengan ilmu kalam baik di masa lalu atau sekarang bentuknya apa? ya kalau yang paling awal tadi, kembali ke karyanya Imam Syafi’i. Karya Imam Syafi’i tidak dipengaruhi oleh ilmu kalam. itu yang awal, yang asli, yang paling awal. Kalau sekarang, ada buku ushul fiqih yang disusun oleh ulama di zaman sekarang ini. (Ana  tunjukkan kitabnya. Ini guru. Sebenarnya ana sempat belajar bersama beliau) Disertasi yang ditulis oleh Muhammad bin Husein bin Hasan Al Jidzani. Beliau nulis ma’alimu ushul alfiqh inda ahli sunnah wal jama’ah. Di buku ini ulasan yang barusan disampaikan, di buku ini diulas lebih lebih lengkap lebih Panjang. Ini salah satu dari sekian banyak rasail jami’iyyah. Beberapa penerbit itu punya perhatian pada upaya untuk mencetak karya karya ilmiah di perguruan tinggi baik thesis maupun disertasi. Nah ini bisa dilihat ini adalah aslinya risalah Doktor disertasi yang diuji di Universitas Islam Madinah. Dosen-dosen pengujinya, ada Dr. Umar bin Abdul Aziz, Dr. Ali bin Abbas al hattami, kemudian ada Dr. Ahmad Mahmud Abdul Wahab. Ini hasil akhirnya diujikan 1415 H. Pada saat itu, kebetulan belajar pada beliau di tahun-tahun ini termasuk ketika beliau ujian disertasinya. Nah ini bukunya. Kalau ingin lihat gambaran tentang isi dari buku ini, bahasan yang berkaitan dengan apa saja yang dibahas di buku ini. Apa yang di sampaikan di paragraf atau bagian pertama dari bahasan tersebut, yang ada di buku ini ketika beliau ingin menyajikan bagaimana ilmu ushul fiqih ini, ingin jadi ilmu ushul fiqih yang diambil dari fiskatunnubuwwah yang bersih. Yang masih asli dan sanadnya bersambung terus sampai kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Sebetulnya ini yang terjadi di generasi awal sampai ke berapa kitab tadi. Jadi tabiin ngambil sahabat, sahabat ngambil dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, baru pada masa-masa berikutnya muncullah beberapa bentuk penyimpangan. Kemudian dibahasan buku ini bisa terlihat bagaimana juhudnya, kerja kerasnya para ulama ahlussunnah dalam ilmu ushul fiqih.  Buku-buku mereka karya-karya mereka. Kemudian juga tahrîr qawaid ushuliyah merumuskan kaidah-kaidah ushul fiqih. Kaidah-kaidah ushuliyah yang disepakati di kalangan ahlussunnah. Kemudian menjelaskan yang diperselisihkan. Nanti akan berhubungan dengan Akidah. Karena nanti di ilmu kalam ada hubungannya dengan Akidah. itu bahasanya.

Kemudian nanti kita bisa lihat ushul fiqih itu nanti kalau kita belajar ada tema bahasanya yang jadi tema intinya. Ada yang masuk pengantarnya. Seperti misalnya, adillah syar’iyyah, dalil-dalil syar’i dikalangan ulama ushul fiqih yang disepakati, diperselisihkan, kemudian ta’arudh, tarjih termasuk tartibul Adillah, urutan dalil,  kaidah-kaidah ushuliyah. Salah satu bahasan penting di ushul fiqih ini dalalatul alfadz wa turuqul istinbath, bagaimana sebuah lafadz itu menunjukkan makna tertentu dan metode istimbathnya. kenapa waktu itu kita sampaikan belajar ushul fiqih itu memang idealnya menggunakan bahasa arab karena kita tidak mungkin lepas dari hal-hal yang berhubungan dengan bahasa. Di bagian akhir buku ushul fiqih biasanya membahas ijtihad, taqlid dan fatwa. itu kerangkanya. Di buku-buku ushul fiqih (termasuk buku yang kita pelajari juga begitu) kerangkanya seperti itu. Ini kerangka pembahasan di ilmu ushul fiqih. Kalua buku ini mudah untuk mendapatkan di internet ada PDF nya. Jumlah halamannya bisa terlihat ada 692 halaman. Kembali ke sini kembali ke bahasan kita, jadi itu berkaitan dengan bagaimana ilmu kalam masuk ke ushul fiqih.

Kedua, bahwa karya-karya ilmu ushul fiqih sebagian karya-karya tersebut perhatiannya lebih besar pada sisi teorinya. Kurang pada sisi tathbiqnya, prakteknya. Ini yang ada pada banyak karya di ushul fiqih. Jadi mereka punya perhatian besar bagaimana meletakkan kaidah ushuliyah. Bahwa al Ashl begini, al Am begini, begini.  Kemudian juga membuat koreksi atau mengcounter beberapa sanggahan-sanggahan yang ditujukan pada kaidah tadi. Jadi setelah disebutkan kaidah nya, ada yang memberikan sanggahan, dibantah lagi, karena pada saat membahasakan para ulama sangat teliti. Misalnya, yang lebih tepat itu kita menyebutnya mâ lâ yudroku kulluh lâ Yutroku kulluh atau mâ lâ yudroku kulluh lâ yudroku julluh.  Yang lebih pas seperti apa. Sampai pemilihan katanya luar biasa. sangat teliti. Mereka membahasakan misalnya, ketika mengatakan dengan ungkapan kalau di beberapa kaidah Al Ashl itu mencari istilah yang lebih pas misalnya  al ashl fil Ibadah itu apa? Al hadr atau at Tahrim hatta yarida dalilu ala masyruiyatiha atau redaksinya seperti apa. Nah sampai hal-hal seperti ini dibahas dengan sangat teliti di kalangan para ulama. Ini contoh-contoh. Banyak yang bikin perhatian pada bagaimana kaidah itu ditetapkan. Pemilihan kata untuk kaidah. Sekali lagi contoh seperti ini banyak, al masyrutu syarton kal ma’rûfi ‘urfan, apakah redaksinya seperti itu? nanti kalau antum baca di kitab al qawaid al ushuliyah atau al qawaid al fiqhiyah akan kita temukan penggunaan istilah-istilah tersebut lalu di kalangan para ulama kenapa lebih memilih menggunakan kata ini daripada itu, ini yang dimaksud dengan taqrîrul qôidah ushûliyyah wa daf’il I’tirôdôtil wâridati alaihâ ini lho kaidahnya, sekaligus mengcounter ketika ada yang mengkritik kaidah tersebut. Tetapi persoalannya terlalu banyak perhatian di sini akhirnya kurang perhatiannya terhadap contoh-contoh untuk menjelaskan kaidah tersebut. Menjelaskan bagaimana kaidah-kaidah tersebut digunakan. Karena, ushul fiqih itu harusnya menjadi ilmu yang hidup dalam artian kita memahami kaidah tapi juga kita bisa menerapkannya. Bagi kita yang pemula, kita sangat membutuhkan ulama-ulama mengajari kita bagaimana kaidah ini diterapkan. Karena menerapkan kaidah itu, ada yang benar dan yang salah. Ada yang tepat ada yang kurang tepat. Kaidahnya sama tetapi penerapannya tidak tepat. Sebab kaidah ushuliyah ini berhubungan dengan nash-nash syar’i dengan hubungan yang sangat kuat, bagaimana hubungan antar nash dengan nash antara dalil dengan dalil.

Oleh karena itu, beliau menyampaikan. Ini nasihat beliau, nasehat saya, pada orang yang belajar ilmu ushul fiqih untuk membiasakan dirinya menerapkan apa yang sudah dipahami dari kaidah-kaidah ushûliyah ketika bertemu dengan ayat dan Hadits. Jadi kalau sudah ketemu dengan ayat dan hadis, latihan menerapkan itu. Misalnya begini, di Alfatihah, setelah basmalah kemudian kita ketemu Alhamdulillâhirobbil âlamîn. Alhamdulillâh, alif lam. Alif lamnya dinamakan alif lam istighrokiyyah. Berarti maknanya umum. Mencakup segala. Maka terjemahnya segala puji lilâhi bagi Allah. Maka segala puji bagi Allah ini berarti alhamdulillâh. Berarti ini termasuk lafadz umum. Nah nanti di ushul fiqih itu ada namanya umum itu ada yang menggunakan alif lam, umum itu ada yang menggunakan kata kullu, ada yang menggunakan Jami’, ada menggunakan, begitu seterusnya. Jadi latihan yang sudah mendapatkan. Diperhatikan dari ayat Quran dan hadis yang ada, mana yang umum, khusus, mantuq, mafhum, nash, dhohir. Kemudian ada yang secara khusus ada nashnya terhadap illah sebuah hukum, ada yang tidak dalam bentuk nash terhadap illah tapi îma, îma itu artinya mengisyaratkan ada illah tersebut. Illah sengaja tidak terjemahkan supaya pemaknaannya lebih tepat nanti akan ada di bahasan tentang qiyas. Kalau di terjemahkan sederhananya illah itu artinya hampir seperti alasan kenapa sebuah hukum di tetapkan dengan alasan tersebut. Nanti di bahasan tentang qiyas yang merupakan suatu bahasan paling rumit di ushul fiqih, kita kan bertemu bahasan  illah ini. Merumuskan illah itu dengan cara apa? maka kita akan lihat juga ada pada saat orang merumuskan qiyas bahwa illahnya ini bisa jadi pada saat merumuskan illah tersebut keliru. Tentu dengan contoh-contoh yang lain. Ayat apa pun hadits apa pun hampir-hampir bisa dikatakan tidak ada yang tidak berhubungan. Artinya dia pasti berhubungan dengan kaidah-kaidah ushûliyah.  Hampir tidak ada yang tidak terhubung. Selalu berhubungan dengan nash Alquran atau Hadis.

Itu dua catatan yang ada pada bahasan di ushul fiqih ini. Selanjutnya beliau mengatakan, Adapun buku yang ada di hadapan kita ini adalah Syarah waroqot kitab waroqot nya karya Abdul Malik Al Juwaini di yang wafat tahun 478 rohimahullah. Syarh yang layak untuk dikatakan sebagai sebagai syarh yang tidak terlalu panjang. Ada yang panjang yang sampai membosankan dan juga tidak terlalu ringkas yang ada bagian-bagian yang terabaikan. Syarhnya ini mengumpulkan antara lafadznya yang memang sederhana, yang mudah, yang jelas tapi juga yang paling penting adalah ketelitian dalam membuat rumusan seperti yang dikenal di kalangan para ulama ushul fiqih. Dalam syarh ini juga menghadirkan dan menampilkan perkataan para imam-imam di kalangan ulaama salaf seperti Syaikul Islam Ibnu Taimiyah dan yang lainnya. Yang membedakan syarh ini adalah terdapat contoh-contoh untuk mendekatkan makna dan itu diambil dari Quran dan sunnah yang shohihah. Yang kadang tidak ditemukan pada sebagian buku ushul fiqih. Dan ini kepada beliau semoga diberikan taufik oleh Allah azza wa jalla untuk insyallah tepat dalam membuat pilihan-pilihan pendapat yang dianggap rajih. Kemduian Allah memberikan balasan kebaikan yang melimpah.

Kemudian untuk memperkenalkan siapa penulis syarh ini, kata Ahmad bin Abdullah bin Humaid, beliau mengatakan bahwa syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan ini saya sempat bergaul dengan beliau di fakultas Syari’ah di Riyad. Hubungan saya sangat erat dengan beliau. Beliau termasuk orang yang sangat dekat dengan saya. Paling dekat. Saya kenal beliau, juga teman-temannya. Bukan kenal dalam artian tahu namanya, namanya Abdullah bin Shalih Al Fauzan, bukan. Kalau cuma itu banyak yang bisa kenal. Tapi dikenal apa? Saya kenal beliau dengan hirsnya. Ambisinya,  semangat yang kuat dalam tholabul Ilmi dan kekuatan pemahaman. Kalua dikenal seperti ini, pasti ada banyak hal yang menjadi faktor atau alasan untuk melihat bahwa itu nampak kesungguhannya. Jadi, seperti kita sekarang kita mengenal ada orang ini tekun. Orang ini rajin. Dari mana kita mengetahui itu? bisa terlihat dari perhatiannya pada buku-buku, mendiskusikan, berikan komentar, ngobrol yang terlihat semangat yang kuat untuk membahas bahasan tertentu. Orang kalau kita kenal punya perhatian yang kuat pada ilmu ushul fiqih misalnya, bisa terlihat dari kesenangannya untuk membahas pembahasan tersebut, mengkaji, mendiskusikan. Kemudian juga kalau sampai terlihat kekuatan pemahaman itu bisa terlihat dari pada saat membahas bahasan tertentu punya ketelitian luar biasa. Ini tidak mengherankan, ketika beliau dijadikan sebagai rujukan banyak teman-temannya. Jadi temen-temen seangkatan pada saat mengalami kesulitan membahas sebuah bahasan atau memahami sebuah bahasan, temen-temennya menjadikan beliau sebagai tempat bertanya. Belum lagi kadang-kadang saya lihat beliau di bangku kuliah, kemudian berada di perpustakaan,  di berada di tengah-tengah buku-buku, kemudian berada di beberapa ruang-ruang di kampus, pada saat itu bersama beberapa teman-temannya yang minta penjelasan dari beliau tentang beberapa masalah-masalah ilmiah yang mereka anggap sulit atau mereka tidak paham. Lalu mereka tanya, ini gimana? tadi disampaikan begini atau dalam buku ini begini. Ini maksudnya gimana? itu pada saat kuliahnya. Setelah lulus beliau memilih untuk lebih banyak sibuk mengajar di Ma’had Ilmi. Beliau menyampaikan udzurnya, tidak melanjutkan sebagai dosen di kampus tapi lebih memilih di Ma’had Ilmi. Alhamdulillah beliau di situ memberikan manfaat yang luar biasa di Ma’had Buraidah al Ilmi. Ma’had ilmi yang dimaksud adalah ma’had ilmi yang ada di Buraydah nama kota di Saudi Arabia. Alhamdulillah telah memberikan manfaat yang luar biasa banyak. Beliau dijadikan rujukan di kalangan para pengajar di Ma’had Buraidah Al Ilmi tadi dalam berbagai persoalan-persoalan ilmiah. Alhamdulillah banyak alumninya yang pernah belajar pada beliau. Banyak jumlahnya. Tidak sedikit yang pernah belajar, baik di kelas maupun di luar kelas yang belajar pada beliau berbagai kesempatan karena beliau bukan cuma mengajar di ruang kelas. Beliau juga punya kedudukan yang sangat tinggi, punya posisi yang sangat besar, punya manzilah yang besar di hati para orang-orang yang pernah belajar sama beliau. Begini, kita tentu bisa merasakan pengajar itu beragam. Pengajar juga tidak satu jenis. Ada pengajar yang punya tempat tertentu di hati para orang-orang yang belajar. Alhamduillah, Allah telah karuniakan kepada beliau uslub yang baik dalam tadris, dalam mengajar. Beliau dicintai di kalangan para siswanya, para pembelajar yang memang bermajelis sama beliau. Kemudian akhirnya beliau juga pindah mengajar di fakultas syari’ah dan bahasa Arab di Qasim. Beliau tetap melanjutkan punya kajian-kajian yang terus dilaksanakan di masjid dalam beberapa cabang ilmu dan dihadiri oleh banyak dari penuntut ilmu.

Ini kira-kira gambaran singkatnya, Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Humaid mengatakan mohon kepada Allah akan memberikan balasan dengan balasan terbaik kepada Abdullah bin Shalih Al Fauzan dan memberkahi ilmunya juga memberkahi kerja kerasnya dan memberikan manfaat kepada islam dan kaum muslimin. Kemudian berharap mudah-mudahan Allah mengangkat kalimahnya, kalimatullah dan memuliakan jundi-jundinya dan mengembalikan kaum muslimin kepada agamanya dengan cara yang baik. Shalawat serta salam mudah-mudahan senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Check Also

011. Syarah Waraqat – Sebagian Hukum Wad’i (Shahih dan Bathil)

  Sebagian Hukum Wad’i   Kesempatan ini masuk ke bahasan ahkâm Wad’i. lebih tepatnya sebagian …