Home » Peradaban » Pengantar tentang Ilmu Islam (02)

Pengantar tentang Ilmu Islam (02)

3.  FUNGSI ILMU.

1.  Sarana paling utama menuju taqwa

Urgensi ilmu dalam kehidupan seorang mukmin yang bertaqwa adalah hal yang tidak dapat disangkal. karena ketaqwaan itu sendiri identik dengan kemampuan merealisasikan ilmu yang shohih (benar) yang bersumber dari Al Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful umah (pendahulu umat ini).

2.  Amalan yang tidak terputus pahalanya.

Ilmu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi setiap muslim, sebab ilmu akan memelihara pemiliknya dan merupakan beban bawaan yang tidak berat, bahkan akan semakin bertambah bila diberikan atau digunakan, serta merupakan amalan yang akan  tetap mengalir pahalanya, meskipun pemiliknya telah wafat, sebagaimana sabda Rosulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الإنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika telah meninggal seorang manusia, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak sholih yang mendoakannya.[1]

3.  Pondasi Utama Sebelum Berkata Dan beramal.

Ilmu memiliki kedudukan yang agung dalam din ini, oleh karenanya ahlus sunnah wal jama’ah menjadikan ilmu sebagai pondasi utama sebelum berkata-kata dan beramal sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhari  rahimahullaahu ta’ala dalam shohihnya “Bab ilmu sebelum berkata dan beramal“ berdasarkan firman Allah ta’aalaa:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

Syaikh Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullaahu ta’ala mengatakan: “Dengan ayat ini Imam Al Bukhori berdalil bahwa kita harus memulai dengan ilmu sebelum berkata dan beramal. Ini merupakan dalil naqli yang jelas bahwa manusia berilmu terlebih dahulu sebelum beramal dan berkata. Sedangkan secara aqli hal yang membenarkan bahwa ilmu harus dimiliki sebelum beramal dan berkata karena perbuatan dan perkataan tidak akan dinilai disisi Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa sebagai suatu ibadah jika tidak sesuai dengan syari’at. Sedangkan seseorang tidaklah mengetahui apakah amalannya sesuai dengan syari’at atau tidak melainkan dengan ilmu…”[2]

4.  Ilmu Merupakan Kebutuhan Rohani

Kebutuhan rohani terhadap ilmu melebihi kebutuhan jasmani terhadap makan dan minuman, sebagaimana perkataan Imam Ahmad rahimahullaahu: ”Kebutuhan manusia akan ilmu melebihi kebutuhannya akan makanan dan minuman, sebab makanan dan minuman hanya dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, namun ilmu dia dibutuhkan sepanjang tarikan nafasnya.” Sebab rohani merupakan pengerak utama bagi jasmani jika rohani telah kering dari ilmu maka pada hakekatnya dia telah mati sebelum mati dan manusia seperti ini ibarat mayat-mayat yang berjalan, atau hidup bagaikan binatang ternak yang tidak dapat mengambil pelajaran dan pengajaran.

Allah Ta’ala  berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami dengannya (ayat-ayat Allah), dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keesaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat); mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang yang lalai.[3]

Ulama’ robbani merupakan manusia yang memiliki andil yang paling besar dalam memenuhi kebutuhan rohani mereka, oleh karenanya jika ulama telah meninggal dunia, maka hal itu merupakan musibah besar bagi kaum muslimin sebab akan hilanglah kesempatan bagi umat untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka yang akan mengakibatkan umat ini tenggelam dalam lautan syahwat dan syubhat. Imam Hasan al Bashri rahimahullaahu pernah menuturkan: “Kalaulah bukan karena Ulama, maka jadilah manusia seperti binatang.”

5.  Salah satu bentuk metode tashfiyah dan tarbiyah bagi umat agar tidak menjadi alat permainan iblis dan bala tentarannya .

Syaikh Salim Al Hilali Hafidzhohullah berkata: “Ketahuilah bahwa tipu daya iblis paling awal adalah memalingkan manusia dari illmu, sebab ilmu adalah cahaya, dan jika telah padam cahaya lentera mereka, dengan mudah iblis akan membenamkan mereka dalam kedzoliman (kegelapan) sekehendaknya [4]

4. METODE MENCARI ILMU

a. Membaca buku dan talaqi.

Dengan jalan membaca kitab-kitab terpercaya yang dikarang oleh para ulama yang terkenal keilmuannya, amanah mereka dan aqidah mereka selamat dari bid’ah-bid’ah dan khurafat. Mempelajari ilmu dari kitab secara langsung menjadikan seseorang mendapatkan apa yang ia tuju, akan tetapi belajar dari kitab secara langsung memilki dua kelemahan, yaitu:

Pertama ; Membutuhkan waktu yang sangat lama, usaha yang keras, bersungguh-sungguh sehingga akan mendapatkan ilmu yang ia inginkan dalam hal ini kebanyakan manusia tidak kuat untuk melaksanakannya terutama ketika ia melihat lingkungan sekitarnya dimana banyak orang yang membuang waktu mereka dengan sia-sia. Sehingga mempengaruhinya menjadi malas, meremehkan dan condong. Sehingga dia tidak memperoleh apa yang ia harapkan.

Kedua ; Bahwasanya orang yang belajar dari kitab secara langsung ilmunya lemah, tidak terbangun diatas kaidah dan ushul, kita mendapati kesalahan yang banyak dari orang yang belajar dari kitab secara langsung. Karena ilmu itu tidak tegak diatas kaidah dan ushul.

b. Belajar kepada guru yang terpercaya akan keilmuan dan agamanya,

Cara ini lebih cepat dan menyakinkan terhadap ilmu yang dipelajari tersebut. Karena cara yang pertama kadang-kadang (membingunkan bahkan bisa) menyesatkan bagi orang yang baru belajar disebabkan ia tidak tahu terhadap jeleknya pemahaman, kedangkalan ilmunya ataupun sebab-sebab yang lain, sedangkan cara yang kedua, akan memungkinkannya diskusi, timbal-balik antara murid dan guru. Sehingga akan terbuka bagi penuntut ilmu, pintu-pintu dalam memahami (ilmu), meneliti suatu hal dan bagaimana membela pendapat-pendapat yang shahih serta bagaimana caranya menolak pendapat yang dhoif .[5]


[1] HR Muslim 1631

[2] Syarah Tsalatsatul Ushul

[3] QS. Al ‘Araf [7]: 179

[4] Lihat Manhajul Anbiya fii tazkiyatun nufus hal.110

[5] Kitabul’ilmi, Syaikh Utsaimin hal. 67

Check Also

Sepatutnya Kontes Miss World Dibatalkan? (1)

Sepatutnya Kontes Miss World Dibatalkan? (1) DR Adian Husaini     Tahun 2013 ini, kontes …