Home » Peradaban » Pengantar tentang Ilmu Islam (01)

Pengantar tentang Ilmu Islam (01)

  1. DEFINISI AL ILMU
    1. Menurut bahasa (Arab): Kata ‘al Ilmu’ adalah lawan dari kata al Jahlu (tidak tahu atau bodoh). (Lihat Lisanul Arab) Atau: mengenal sesuatu dalam keadaan aslinya dengan pasti.[1]
    2. Menurut Istilah: Ilmu yang kita maksud di sini adalah Ilmu syar’i yaitu ilmu tentang berbagai penjelasan dan petunjuk yang Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa turunkan kepada rasul Nya (atau dengan kata lain Ilmu tentang al Qur`an dan as Sunnah).

Ilmu yang disebut-sebut dalam (al Qur`an dan as Sunnah) dan mendapatkan pujian adalah ilmu wahyu  artinya bersumber dari al Qur’an dan Hadits.[2] Namun demikian bukan berarti bahwa ilmu-ilmu yang lain tidak ada manfaatnya. Ilmu-ilmu lain dikatakan bermanfaat jika dilihat dari salah satu sisinya (yang baik) yaitu: jika membantu dalam ketaatan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan dalam menolong agama Allah serta bermanfaat bagi kaum muslimin. Kadang-kadang hukum mempelajarinya menjadi wajib, jika itu masuk dalam firman Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al Anfaal [8]: 60).[3]

2. MASYRU’IYYAH (DISYARIATKANNYA) MENCARI ILMU DAN LARANGAN TAQLID

A. Masyru’iyyah mencari ilmu

1) Dalil Al Qur’an:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.”[4]

Imam Al Bukhari berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai ilmu sebelum mengeluarkan ucapan dan melakukan perbuatan. Ini dalil yang tepat yang menunjukan bahwa manusia hendaknya mengetahui dahulu, baru kemudian mengamalkannya[5]

2) Dalil hadits.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.”[6]

Sedang hukum menuntut ilmu adalah:

a. Fardlu ‘ain. (Wajib bagi setiap muslim dan muslimah)

Menuntut ilmu hukumnya menjadi fardlu ‘ain bagi setiap muslim, jika menjadi prasyarat untuk mengetahui sebuah ibadah atau mu’amalah yang hendak dikerjakan. Dalam kondisi seperti ini, wajib baginya untuk mengetahui bagaimana cara ibadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan cara bermu’amalah yang benar.

b. Fardlu kifayah.

Tholabul ilmi (menuntut ilmu) pada asalnya hukumnya fardlu kifayah. Jika sudah ada sebagian orang yang mengerjakan maka bagi yang lain hukumnya sunnah. Hal-hal lain (berkaitan dengan tholabul ilmi) yang tidak termasuk dalam fardlu ‘ain di atas hukumnya adalah fardlu kifayah. Seorang tholibul ilmi (penuntut ilmu) menyadari bahwa ia menjalankan sebuah kewajiban (fardlu kifayah) agar ia memperoleh pahala orang yang menjalankan kewajiban, disamping itu juga mendapatkan ilmu.

B. Larangan Taqlid.

Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa  berfirman:

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”[7]

Ayat diatas menjelaskan prinsip dasar syar’i yang benar tentang bagaimana sikap seorang muslim ketika mendengar, melihat atau menyakini sesuatu. semua itu harus dibangun diatas ilmu, tiada alternatif lain. Jelasnya makna ayat tersebut adalah: Janganlah anda mengikuti apa yang anda tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Maka apa yang setiap kita dengar atau kita lihat harus kita simpan dahulu didalam hati kita, bahkan kita wajib meneliti dan memikirkanya. apabila ternyata kita dapat mengetahuinya secara jelas, barulah kita yakini. Tetapi kalau tidak, kita tinggalkan seperti sediakala, dalam keadaan penuh keraguan, dugaan-dugaan serta prasangka yang tidak bisa dianggap (sebagai apa-apa).

Al Imam Bakr bin ‘Abdullah Al Muzani berkata: “Hati-hatilah jangan sampai kamu mengatakan sesuatu yang apabila benar perkataanmu, maka kamu tidak akan mendapatkan pahala, dan apabila salah perkataanmu maka kamu akan berdosa. Itulah dia su’uzhonn (berprasangka buruk).[8]

Adapun dari hadits: Dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (jalan) nya orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga seandainya mereka berjalan (menuju) lubang dhob (binatang sejenis biawak), niscaya kalian sungguh akan mengikutinya”. Kami berkata: “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nashara?” Beliau menjawab: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?”[9]


[1] Kitabul Ilmi hal 11

[2] Kitabul Ilmi hal 11

[3] Lihat Kitabul Ilmi, hal 12

[4] QS. Muhammad [47]: 19

[5] Syarah Ushul Tsalatsah, Syaikh Al ‘Utsaimin hal.27

[6] HR. Ibnu Majah. Shahih al Jaami’ ash Shaghir, no. 3913

[7] QS. Al Isra’ [17]: 36

[8] Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath-thobaqoth VII /210 dan Abu Nu’am dalam Al-Hilyah II/226

[9] HR Bukhari 3456 dan Muslim 2669.

Check Also

Sepatutnya Kontes Miss World Dibatalkan? (1)

Sepatutnya Kontes Miss World Dibatalkan? (1) DR Adian Husaini     Tahun 2013 ini, kontes …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *