Pengantar Fiqh Muamalat
Oleh : Erwandi Tarmizi. MA
(Mahasiswa S3, Fak. Shariah, Imam Saud University, Riyadh- KSA)
Manusia yang hidup di abad modern ini, dituntut untuk mengumpulkan dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya agar bisa hidup layak dan tenang menghadapi masa depan diri dan anak cucunya.
Sebagian mereka tidak pernah peduli akan kaidah rabbani dalam mencapai tujuan tersebut, kelompok ini dianjurkan untuk memeriksa kembali akidah mereka, dimana mereka telah menjadikan dinar dan dirham sebagai tuhannya dan sama sekali tidak mengindahkan peraturan Allah dalam mencari harta. Merekalah yang disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
( تعس عبد الدينار، تعس عبد الدرهم ، تعس عبد الخميصة …)
Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba pakaian…
Sebagian lagi, orang-orang yang masih memiliki dhamir (hati) yang peka, akan tetapi karena mereka sedari kecil tidak pernah mengerti dan mempelajari ketentuan Allah tentang muamalat, kelompok ini –mau tidak mau- akan melanggar syariat Allah saat mengumpulkan harta karena ketidak tahuannya.
Dampak Buruk Harta Haram Terhadap Individu Dan Umat
Dua kelompok di atas adalah salah satu sumber malapetaka bagi pribadi dan umat, karena:
a. Mereka adalah orang-orang yang mendurhakai Allah, berdasarkan firman Allah :
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. Al Baqarah: 168). Dalam ayat ini Allah memerintahkan seluruh manusia agar memakan harta yang didapatkan secara halal, sedangkan memakan, mencari serta mendapatkan harta dengan jalan yang haram adalah jalan yang dirintis oleh musuh bebuyutan anak cucu Adam yakni syaitan. Dan dua kelompok di atas sebenarnya mereka telah mendurhakai Allah, sedangkan mendurhakai Allah / berbuat dosa adalah penyebab utama setiap malapetaka.
b. Setelah Allah memerintahkan semua manusia agar mencari harta dengan cara yang halal, secara khusus Allah memerintahkan para rasul untuk hanya memakan harta yang halal, Allah berfirman:
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minuun: 51)
Dalam ayat di atas Allah secara khusus memerintahkan para rasul-Nya untuk hanya memakan makanan yang didapatkan secara halal, lalu Allah memerintahkan mereka beramal salih. Ini mengisyaratkan bahwa sangat erat hubungan mengkonsumsi makanan yang halal dengan amal salih. Singkatnya, jangan diharap jasad kita akan bergairah untuk melakukan amal-amal salih bila jasad tersebut tumbuh dan berkembang dengan makanan yang haram.
Jangan diharap jasad kita akan bergairah untuk melakukan amal-amal salih bila jasad tersebut tumbuh dan berkembang dengan makanan yang haram
Dan jasad yang malas beramal shalih tidak akan merasakan kenikmatan ibadah dan taqarrub kepada Allah yang pada gilirannya mengantarkan jiwa-ruhaninya kepada gundah-gulana. Ini adalah petaka yang dahsyat terhadap setiap pribadi yang merindukan kedekatan dengan Maha Penciptanya.
c. Mereka bagaikan kelompok mayoritas Yahudi yang diabadikan Allah dalam firman-Nya:
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. (QS. Al Maidah: 62).
Apa yang bisa diharapkan untuk kemajuan umat dari orang-orang yang ber KTP islam akan tetapi antara mereka dengan musuh (Yahudi) bagaikan setali tiga uang. Mereka selalu memakan harta haram.
d. Petaka yang amat buruk yang menimpa mereka adalah api neraka (harta haram) yang setiap saat mereka masukkan ke dalam perut mereka, karena diriwayatkan dari rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
(( لحم نبت من سحت، النار أولى به ))
Setiap sel tubuh yang diberi asupan makanan yang haram maka nerakalah berhak melumatnya… (HR. Ahmad).
e. Merekalah penyebab kehinaan, kemunduran serta kenistaan umat islam saat ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
( إذا تبايعتم بالعينة واتبعتم أذناب البقر ورضيتم بالرزع وتركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا لا ينزعه حتى ترجعوا إلى دينكم )
Bila kalian melakukan transaksi ribawi, tunduk dengan harta kekayaan (hewan ternak), mengagungkan tanaman dan meninggalkan jihad niscaya Allah timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dijauhkan dari kalian hingga kalian kembali kepada syariat Allah (dalam seluruh aspek kehidupan kalian). (HR. Abu Daud).
Akhir hadist di atas memberi secercah harapan kepada kita untuk mengembalikan kejayaan umat dengan cara kembali hidup secara islami dalam seluruh sisi kehidupan… semoga Allah memuliakan kita menjadi orang yang mengembalikan kejayaan agama-Nya.
Solusi
Untuk menghindari fenomena di atas sejak zaman Amirul mukminin Umar bin Khattab telah diambil kebijakan preventif. Beliau mengutus ke pasar-pasar para petugas untuk mengusir para pedagang yang tidak mengerti halal-haram dalam hal jual beli. (lih. Al maaliyah wal Mashrafiyyah, DR. Nazih Hamad, hal.359).
Juga diriwayatkan dari Imam Malik bahwa beliau memerintahkan para penguasa untuk mengumpulkan seluruh pedagang dan orang-orang pasar, lalu beliau menguji mereka satu-persatu, saat beliau dapati diantara mereka ada yang tidak mengerti hukum halal-haram tentang jual-beli beliau melarangnya masuk ke pasar seraya menyuruhnya mempelajari fiqh muamalat, bila telah paham, orang tersebut dibolehkan masuk pasar. (ibid).
Tidak ketinggalan peran serta istri-istri para salaf yang selalu mengingatkan suami mereka setiap akan keluar rumah untuk mencari nafkah dengan bisikan,” kami mampu bertahan menahan kelaparan, akan tetapi kami tidak mampu bertahan memakan neraka Allah”. Ucapan yang indah ini diriwayatkan oleh imam Malik. (lih. Subulussalam, Shan’ani ).
Kewajiban Mempelajari Fiqh Muamalat
Memang fiqh muamalat amat luas bagai laut tak bertepian, apalagi muamalat kontemporer. Mungkin kita akan bertanya, mungkinkah kita mampu mempelajarinya dengan kesibukan keseharian yang begitu padat?
Jawabnya: tentu, bisa. Al Qarafi dalam karya yang monumental (Al furuq) memberikan jalan keluar untuk kita, beliau berkata: “…Fardhu ‘ain hukumnya seorang muslim mempelajari hukum jual-beli; saat dia melakukan transaksi ijarah (upah, sewa menyewa dan kontrak kerja) dia hanya wajib mempelajari hukum Allah tentang ijarah saja, bila dia melakukan akad qiradh (pinjam-meminjam uang) dia wajib mempelajari syariat Allah tentang qiradh saja…”. Pernyataan ulama ini membuat kita bisa bernafas.…
Fardhu ‘ain hukumnya seorang muslim mempelajari hukum jual-beli; saat dia melakukan transaksi ijarah (upah, sewa menyewa dan kontrak kerja) dia hanya wajib mempelajari hukum Allah tentang ijarah saja, bila dia melakukan akad qiradh (pinjam-meminjam uang) dia wajib mempelajari syariat Allah tentang qiradh saja…”.
Karena kalaulah semua pembahasan muamalat wajib kita pelajari tentulah kita tidak mampu memikul kewajiban tersebut, akan tetapi kita hanya dituntut untuk mempelajari hukum Allah tentang muamalat yang sedang atau akan kita geluti dan ini sangat memungkinkan untuk kita lakukan.
Semoga kita menjadi mukmin sejati yang mengembalikan kejayaan diinullah, Amiiin..