Sebagian besar kaum Muslimin, apabila Anda bertanya kepada mereka, “Mengapa Anda membaca al-Qur’an?” Mereka akan menjawab, “Karena membacanya adalah amalan yang utama.
Pada setiap huruf yang dibaca akan diberi pahala sepuluh kebaikan, dan satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Mereka hanya membatasi diri pada tujuan dan maksud mendapatkan pahala saja, sedangkan maksud dan tujuan yang lain mereka lalaikan.
Anda akan menjumpai seseorang yang disibukkan dengan hapalan al-Qur’an, ketika membacanya hanya sekadar untuk menguatkan hapalannya saja, yaitu menguatkan huruf-huruf al-Qur’an dan bentuk kalimat-kalimatnya. Anda dapati makna-makna yang agung lagi berpengaruh melintas begitu saja tanpa diperhatikan dan dirasakan. Karena tujuan dan konsentrasinya hanya terfokus pada huruf-huruf saja, sehingga mengenyampingkan makna-maknanya. Karena itulah, Anda temukan seorang yang hapal al-Qur’an namun tidak mengamalkan dan tidak bermoralkan al-Qur’an.
Membaca al-Qur’an terkumpul padanya lima macam tujuan yang kesemuanya adalah agung. Masing-masing dari tujuan tersebut sudah cukup untuk memberikan dorongan kepada seorang Muslim untuk membaca al-Qur’an, memperbanyak dan menyibukkan diri dengannya serta selalu bersamanya.
Kelima tujuan itu adalah:
1. Membaca al-Qur’an untuk memperoleh ilmu
Inilah tujuan dari diturunkannya al-Qur’an yang paling penting dan paling agung serta tujuan dari perintah untuk membacanya. Bahkan termasuk rentetan pahala dari membacanya. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya,
“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29).
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Apabila Anda menginginkan ilmu, maka bacalah al-Qur’an ini, karena di dalamnya terkandung ilmu umat terdahulu dan yang akan datang.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, VI/126).
Al-Hasan bin Ali—radhiyallahu ‘anhuma—berkata, “Orang-orang sebelum kalian memandang bahwa al-Qur’an adalah surat-surat dari Rabb mereka, sehingga mereka mentadabburinya di waktu malam dan mencarinya di waktu siang hari.” (at-Tibyan karya Imam an-Nawawi: 28).
Sesuatu yang bisa membantu mewujudkan tujuan ini adalah hendaknya Anda membaca al-Qur’an seperti halnya seorang siswa membaca buku pelajarannya di malam ujian. Konsentrasinya penuh, dan bersiap-siap untuk diuji habis-habisan.
Kita semua dalam kehidupan ini sedang diuji melalui al-Qur’an. Di antara kita ada yang giat dan bersungguh-sungguh dan selalu mengulang-ulang kitab tersebut sehingga jawaban-jawabannya akan selalu cepat dan tepat. Ada juga yang menyepelekan, ogah-ogahan serta main-main. Dan apabila ditanya sesuatu tentang al-Qur’an, ia akan menjawab: Hah… hah! Saya tidak tahu.
Setiap situasi, peristiwa atau kondisi yang melintasi Anda, pasti pernah membuat Anda bertanya-tanya, “Adakah hal ini tertera dalam al-Qur’an? Di mana hal tersebut disebutkan dalam al-Qur’an?”
Berapa banyak kita telah membaca atau mendengar tentang orang-orang yang tersentak karena makna ayat al-Qur’an sirna dari hatinya, sehingga ia mengatakan, “Apakah ayat ini ada dalam al-Qur’an? Seolah-olah saya baru pertama kali mendengarnya.”
2. Membaca al-Qur’an untuk diamalkan
Yaitu membaca al-Qur’an dengan niat mengamalkannya; dengan niat mencari ilmu untuk diamalkan. Maka sepantasnyalah pembaca al-Qur’an berhenti di setiap ayat untuk memperhatikan apa isi yang dikandungnya; adakah perintah, atau larangan, atau keutamaan yang hendaknya ia berhias dengannya? Ataukah ada bahaya yang mengelilinginya yang harus diwaspadai?
Al-Hasan bin Ali—radhiyallahu ‘anhuma—berkata, “Bacalah al-Qur’an sehingga bisa mencegahmu (melakukan dosa). Bila belum demikian, maka (pada hakekatnya) Anda belum membacanya.” (Kanzul ‘Ummal: I/2776).
Al-Hasan al-Bashri—rahimahullah—berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an ini telah dibaca oleh para hamba sahaya dan anak-anak yang tidak memiliki ilmu tentang tafsirannya… Padahal sebenarnya, tadabbur ayat-ayat al-Qur’an itu hanya dengan mengikutinya. Tadabbur al-Qur’an bukan sekadar menghapal huruf-hurufnya, lalu batasan-batasannya diabaikan. Hingga salah seorang dari mereka mengatakan, “Saya telah membaca al-Qur’an seluruhnya dan saya tidak pernah meninggalkan satu huruf pun.” Namun demi Allah, ia telah meninggalkan seluruh hurufnya. Karena ia tidak mewujudkan al-Qur’an dalam akhlak dan amalannya. Bahkan salah seorang dari mereka mengatakan, “Saya mampu membaca satu surat dalam satu tarikan nafas.” Demi Allah, mereka bukanlah seorang pembaca al-Qur’an, bukan ulama, bukan ahli hikmah, dan bukan seorang yang memiliki kewibawaan. Sampai kapan para pembaca al-Qur’an berbuat seperti ini? Semoga Allah tidak menambah jumlah orang seperti mereka.”(Syu’ab al-Iman karya al-Baihaqi (II/541), al-Zuhud karya Ibnu al-Mubarak (I/274).
3. Membaca al-Qur’an untuk Bermunajat kepada Allah
Seorang pembaca al-Qur’an, hendaknya merasa bahwa Allah sedang berdialog langsung dengannya dan mendengar bacaannya. Apabila ia melewati ayat yang mengandung tasbih, hendaklah ia bertasbih. Ketika melewati ayat yang mengandung ancaman, ia meminta perlindungan. Dan jika melewati ayat yang mengandung permohonan, ia pun bermohon.
Inilah gambaran bermunajat dengan al-Qur’an, yaitu bacaan yang hidup. Di mana seorang hamba sadar, apa yang sedang ia baca? Mengapa ia membacanya? Siapa yang ia ajak berbicara dengan bacaan tersebut? Apa yang ia butuhkan dari-Nya? Serta mengetahui kewajibannya terhadap al-Qur’an, yaitu mengagungkan dan menyucikannya.
4. Membaca al-Qur’an untuk Mendapatkan Pahala
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa membaca satu huruf dari kitabullah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan bahwa aliflammim adalah satu huruf, namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. al-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits hasan shahih).
Masih banyak nash yang menjelaskan pahala yang besar bagi para pembaca al-Qur’an (lihat al-Fikrah, Sembilan Keutamaan Membaca al-Qur’an, edisi 07/tahun VI).
5. Membaca al-Qur’an untuk Berobat
Allah Ta’ala berfirman, artinya,
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57).
“Dan kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Israa’: 82).
Al-Qur’an adalah obat bagi hati dari berbagai penyakit syahwat dan syubhat serta bisikan-bisikan dengan berbagai bentuknya, baik yang memaksa maupun tidak. Al-Qur’an juga obat bagi tubuh dari berbagai penyakit. Setiap kali seorang hamba menghadirkan tujuan ini, maka ia akan mendapatkan dua obat; obat ilmu maknawi nafsi (rohani), dan obat materi untuk tubuh (jasmani), dengan izin Allah.
Dari Ali Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sebaik-baik obat adalah al-Qur’an.” (Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (IV/931).
Penyembuhan dengan al-Qur’an dapat diperoleh melalui dua cara: Pertama, membacanya di waktu shalat, terutama di waktu malam yang akhir dengan menghadirkan niat berobat. Kedua, ruqyah dengan menggunakan al-Qur’an.
Beginilah seharusnya kita berinteraksi dengan al-Qur’an. Al-Qur’an adalah mudah bagi setiap orang yang benar dalam berinteraksi dengannya dan bersungguh-sugguh dalam mempelajari ilmunya dan mengamalkannya. Wallahu Waliyyut Taufiq
Sumber: The Mystery of the Qur’an Secret Power Karya Dr. Khalid Abdul Karim al-Laahim. (Al Fikrah No.19/Tahun XI/13 Dzulqadah 1431H)
http://www.wahdah.or.id/