Written by Muhammad Agung Bramantya
Bacalah dengan nama Rabb-mu yang Maha Menciptakan (*)
Ikatlah ilmu dengan tulisan (**)
Sahabat belajarIslam,
Ketahuilah, fase-fase kebudayaan setiap insan dan bangsa hingga kini secara lengkap harus meliputi fase budaya lisan, baca, tulis, audio-visual, multimedia dan cyber. Kesemua tahapan budaya tersebut harus terlampaui berurut dan utuh jika ingin menjadi manusia unggul, umat kebanggaan dan bangsa gemilang. Urutan yang linier dan utuh inilah yang hilang dari bangsa kita. Setelah sukses berbusa-busa bersitegang urat leher dengan budaya lisan (ngomong, ngobrol, debat, diskusi, ceramah, kuliah, ngrumpi) tiba-tiba langsung meloncat ke budaya audio-visual dan multimedia (teve, film, musik, dlsb) lalu kini termehek-mehek dengan budaya cyber.
Cobalah tengok masyarakat/bangsa yang dikatakan maju dan sukses saat ini (secara materi/duniawi), mereka pasti sangat kental dengan budaya baca dan tulis. Contohnya Negara Jepang dan sebagian Negara maju di Eropa (Jerman, Perancis, dll), masyarakatnya selalu mengisi hari dan waktu luang mereka dengan membaca, baik saat antri di loket, di perjalanan KA, bus atau pesawat, menunggu di lobi, menunggu datangnya kendaraan umum, di loby, jeda kuliah, dan semua waktu mereka hampir terisi dengan kegiatan membaca. Lalu tulisan, sekian banyak karya ilmiah dan non-ilmiah mereka berjibun di media-media tulisan lokal maupun internasional.
Beda dengan kita, cobalah tengok ditempat-tempat seperti yang dicontohkan diatas. Apa yang mereka lakukan? Ngobrol (budaya lisan), nonton tv atau denger musik (budaya audio-visual, multimedia) bahkan asyik memainkan gadget berinternet (budaya cyber –yg paling-paling cuma chatting, FB, FS dan semisalnya-). Sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada yang membaca apalagi menulis artikel.
Bahkan budaya cyber di bangsa kita dengan seabrek gadget canggih sebagai pelengkapnya cukup merisaukan. Bangsa yang “dinilai hampir gagal” ini cukup fantastis dalam membukukan penjualan gadget semisal blackberry dan mobile-phone lainnya, konon menempati rangking ke-empat dunia. Sehingga bangsa ini dengan penduduk berjibun menjadi bangsa “tester” bagi produk baru. Dan status sebagai bangsa “pangsa pasar“ inilah yang selalu ingin dipertahankan para produsen dan bisnis-man itu.
Sahabat belajarIslam,
Itulah keprihatinan kita, jika kemudian mengaca pada umat Islamnya, lebih ngenes lagi. Tradisi belajar tholabul-ilmi-syar’i yang kental dengan membaca dan menulis seakan hilang ditelan jaman. Cukup sulit kita menemui tulisan berwawasan Islam as-shahih lahir dari pena-pena muslimin anak bangsa kita. Tebaran pandangan kita keseharian juga sulit terantuk pada sosok muslim yang gemar membaca bacaan Islami. Padahal Islam yang mulia sudah mewanti-wanti pentingnya membaca dan menulis dalam tradisi keilmuan dan keseharian. Kutipan Firman Allah dan Sabda Rasulullah diawal tulisan diatas sangat cukup sebagai alasan (dalil). Bahkan “bacalah” adalah wahyu pertama yang sampai ke junjungan Nabi shalallahu’alaihi wa sallam. Silakan merujuk pada buku tafsir yang terkenal semisal Ibnu Katsir dalam mentafsirkannya.
Faktanya, Islam pernah gemilang dan bercahaya menaungi sepertiga bola dunia. Peradaban umat Islam kala itu sangat kental dengan bacaan, tulisan dan pembelajaran. Ulama sekelas Ibnu Jarir at Thabari menulis rata-rata 14 halaman per harinya jika ditinjau dari seluruh umur beliau. Karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah segudang yang sampai ke tangan kita, belum yang hilang/tidak ketemu. Ulama terkenal dari keempat madzhab dikenal tidak “omong doang”, tapi dikenal dengan buku dan karya tulis mereka yang monumental. Bahkan Al Qur’an Kalamullah dan Hadits yang mulia sampai ke pelukan kita saat ini melalui media tulisan. Konon sebagian ulama besar Islam sampai hilang atau berkurang penglihatannya karena saking banyaknya membaca.
Begitulah peran strategis budaya membaca dan menulis. Ianya tidak akan terpisah dari kemajuan suatu zaman, keunggulan seorang insan. Membaca dan menulis adalah sunnatullah yang mengiringi keberhasilan umat. Artikel ringkas ini hanyalah mengingatkan kita…ya…saya dan anda untuk melecutkan semangat membaca dan menulis. Mungkin kita sudah membaca (lha ini sedang membaca artikel ini) dan menulis. Tapi level membaca dan menulis kita masih sangat sangat rendah. Mau bukti? Hayo… berapa halaman bacaan yang sudah kita baca, berapa halaman tulisan karya/catatan kita, ditotal terus dibagi dengan jumlah hari kita hidup. Saya masih ragu hasilnya lebih dari 1 halaman, terutama soal tulisan…terbukti?
Lalu apa guna sebuah ayat suci dan sebuah hadits mulia tersebut diatas? Berlalu tanpa bekas dan atsar di diri kita? Tidak, hal itu tidak boleh terjadi. Mulailah kecanduan membaca, insyaAllah bermanfaat. Mulailah gandrung menulis, insyaAllah tidak rugi. Semoga kecanduan baca dan kegandrungan menulis anda menular kepada orang di dekat anda, dan terus menjalar ke masyarakat bangsa kita hingga Allah turunkan berkah diatasnya.
Selamat membaca dan menulis…
(*) Qur’an surat Al Alaq: 1
(**) Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘ Abdil Barr dalam al-Jaami’ (1/306, no. 395), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallanhu’anhu. Lihat takhrij lengkapnya dalam kitab Silsilah ash-Shahiihah (no. 2026) dan Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4434)
http://www.belajarislam.com/jangan-loncati-budaya-baca-dan-tulis/