Jakarta – Perkembangan sosial yang sangat dinamis, juga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, menimbulkan berbagai masalah keagamaan kontemporer yang status hukumnya belum ditetapkan secara definitif di dalam Al-Quran maupun As-Sunnah. Sehingga fatwa yang merupakan ijtihad para ulama yang berkompeten, dalam menghadapi masalah demikian, memiliki peran yang sangat penting untuk memandu umat sesuai dengan kaidah syariah yang telah ditetapkan Allah. Demikian dipaparkan DR.K.H. Ma’ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang menjadi Keynote Speaker pada Mu’tamar Al-‘Alami Lil-Fatwa (Konferensi Internasional Fatwa), yang diselenggarakan Rabithah Alam Islami bekerjasama dengan Kementerian Agama RI dan MUI, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Dalam makalahnya, “Makanatul-Fatwa Asy-Syar’iyyah bi Indonisia” (Posisi Fatwa Syariah di Indonesia), tokoh umat yang juga mengemban amanat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI ini mengemukakan lebih lanjut tentang posisi fatwa di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Dalam konteks Indonesia, dimana pemerintah tidak menetapkan seorang mufti atau lembaga fatwa secara resmi, fatwa yang ditetapkan oleh MUI, yang merupakan wadah berhimpunnya para ulama dan zhuama serta Ormas-ormas Islam Indonesia, telah menjadi rujukan bagi pemerintah maupun masyarakat secara umum.
Dengan upaya yang gigih dan memanfaatkan berbagai sarana serta media, MUI melakukan sosialisasi fatwa-fatwa yang telah ditetapkan. Dengan pendekatan dan lobi-lobi kepada pihak Bank Indonesia, misalnya, sebagian besar dari fatwa-fatwa MUI itu kemudian dijadikan sebagai rujukan dan diadopsi oleh Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan Republik Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) menjadi peraturan perundang-undangan yang mengikat. Bahkan sebagiannya telah pula diadopsi oleh Negara menjadi Undang-undang.
Ditambahkannya lagi, ketentuan fatwa halal di bidang pangan juga telah dijadikan rujukan dan diadopsi pemerintah, diantaranya Kementerian Pertanian yang menetapkan syarat impor daging segar ke Indonesia harus dengan sertifikat halal dari lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh MUI. Sedangkan fatwa halal yang ditetapkan MUI untuk produk-produk pangan, obat-obatan dan kosmetika yang dihasilkan dan dipasarkan di dalam negeri, telah sejak lama dijadikan rujukan oleh masyarakat luas, di dalam maupun luar negeri. Demikian presentasi tokoh umat ini dalam Konperensi Internasional tentang Fatwa yang diikuti lebih dari 300 ulama, mufti, kalangan profesional, dan akademisi dari mancanegara ini. (Usm).
http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/1247/30/