TEMPO.CO, Jakarta – Para intelektual dan ulama muda Indonesia mendeklarasikan organisasi Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) di hotel Grand Sahid, pada 28 Februari. Organisasi ini bukan tandingan majelis ulama Indonesia, melainkan memperkuat otoritas lembaga keulamaan.
Saat ini problematika dihadapi umat cukup kompleks. Sejumlah ulama tidak mampu memberikan solusi terbaik, karena ada ulama memiliki kepentingan dan agenda politik. Padahal problematika harus ada jawaban untuk umat, tanpa satu kepentingan organisasi masa atau partai politik tertentu.
Para intelektual dan ulama muda yang sepakati berdirinya MIUMI ini adalah, DR Hamid Fahmi Zarkasyi, ketua program kader ulama pesantren Gontor, Ponorogo yang secara aklamasi ditunjuk sebagai Ketua Majelis Pimpinan MIUMI, dan Bachtiar Nasir sebagai Sekjen MIUMI. Bachtiar merupakan dai yang menjadi nara sumber rubrik konsultasi agama di surat kabar harian Republika.
“Lahirnya organisasi ini bukan menyaingi MUI tapi justru memperkuat otoritas lembaga keulamaan setingkat MUI,” kata Hamid Fahmi. Nantinya, fungsi majelis MIUMI ini lebih pada aksi dan menjadi solusi bagi persoalan yang selama ini dihadapi umat Islam.
Menurut Sekjen MIUMI H. Bachtiar Nasir Lc, MM lembaga ini diharapkan bisa merevitalisasi perbedaan yang terjadi di antara ormas Islam. Misalnya, perbedaan waktu hari raya Idul Fitri, jatuhnya hari puasa Ramadhan yang berbeda, serta melemahnya lembaga ormas Islam yang ada selama ini.
Di organisasi ini ada DR. Adian Husaini, ketua program magister dan doktor pendidikan Islam universitas Ibn Khaldun, Bogor dan pakar tafsir al Quran, Muchlis M. Hanafi dari Pusat Studi Al-Aqur’an Depag), M. Idrus Ramli (Pengurus NU Jember), Muh. Zaitun R. (Wahdah Islamiyah-Makassar), Nashruddin Syarief, Jeje Zaenuddin (Pemuda Persis), Fahmi Salim (Komisi Kajian & Penelitian MUI), Ahmad Sarwad (Rumah Fiqih Indonesia), Farid A. Okbah (Yayasan Al Islam), Fadzlan Gamaratan (Yayasan Al-Fatih Kaaffa Nusantara), Henri Shalahuddin (Peneliti & Sekretaris Insists), Asep Sobari (Redaksi Majalah Gontor), M. Khudori (Alumnus Gontor & Univ. Islam Madinah)
Meski terdiri berbagai ormas, ke-15 ulama muda pendiri MIUMI ini sepakat untuk tidak mempertajam perbedaan-perbedaan di tingkat khilafiyah atau zhaniyah. “Sudah bersatu saja kita belum tentu mampu menghadapi tantangan yang begitu kuat, apalagi sendiri-sendiri,” tandas Adrian Ansaini.
Cikal bakal pendirian MIUMI dilakukan di awal tahun 2012. Saat itu, Ustaz Bachtiar Nasir merangkul sejumlah intelektual dan ulama muda dari berbagai organisasi masa (ormas) Islam untuk bersama. Pendiri MIUMI meyakini, wadah ini memberi harapan besar pada dakwah Islam di Indonesia.
Ke depan, organisasi ini tabu bagi anggota yang ingin berpolitik.”Kami tidak akan mencampurkan ke dunia politik. Syaratnya, bila ada anggota hengkang ke politik maka harus berpisah dengan MIUMI,” tegas Hamid.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesa (MUI) Pusat, Dr Din Syamsuddin yang hadir dalam deklarasi ini, menyambut baik lahirnya organisasi MIUMI. Menurut pemimpin PP Muhammadiyah ini, MIUMI bukan tandingan MUI, kehadiran organisasi ini mengoptimalkan peran ulama dan membantu otoritas keulamaan.
Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga hadir mengatakan, kehadiran lembaga ulama muda ini diharapkan meningkatkan kualitas ulama, terutama dari sisi kredibilitas, ketika menghadapi fatwa-fatwa pesanan.
http://www.miumipusat.org/index.php?option=com_content&view=article&id=23:deklarasi-majelis-intelektual-dan-ulama-muda-indonesia-miumi-&catid=5:tentangm