Home » Akhbaar » Dari PMII Menuju Yahudi

Dari PMII Menuju Yahudi

Akhir Januari 2010, beberapa media mainstream lokal memuat berita tentang peluncuran Indonesia Business Lobby oleh Indonesia-Israel Public Affairs Committee-IIPAC. Lembaga tersebut diresmikan pada Jumat 29 Januari 2010, dengan tujuan memfasilitasi investasi Yahudi dari seluruh dunia di Indonesia.

Menurut Direktur Eksekutif IIPAC, Benjamin Ketang, organisasinya bekerjasama dengan AIPAC–lobby Yahudi terbesar di Amerika Serikat–dan AIJAC, sejawat mereka di Australia.
“No problem, we’re ready,” demikian kata Benjamin Ketang sebagaimana dikutip The Jakarta Post (29/01/2010) dari tempointeraktif.com, saat dimintai tanggapan tentang kemungkinan protes dari Muslim terhadap lembaganya.
Pernyataan siap Ketang tersebut, tentu menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Apakah IIPAC dan siapakah Benjamin Ketang?
Organisasi Yahudi “Made in” Jember
IIPAC didirikan tahun 2002 dan berkantor di sebuah tempat di Jakarta Selatan. Demikian media banyak memberitakan.
Tempat yang dimaksud mungkin adalah di Plaza Great River Indonesia, 15th Floor Jl. HR. Rasuna Said Kav X2 No. 1 Kuningan. Sebuah alamat yang menjadi bagian dari signature email Benjamin Ketang. Lengkap dengan alamat situs IIPAC di iipac.wordpress.com.
Namun menurut sebuah dokumen yang ditampilkan di situs IIPAC, organisasi itu tercatat berdomisili di Jember, Jawa Timur. Surat Keterangan Domisili yang ditandatangani oleh Kepala Desa bernama Hadi Supeno pada tanggal 25 Agustus 2010 bernomor Reg: N470/    /35.11.2003/2010, menyebutkan bahwa The Indonesia-Israel Public Affairs Committee merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang “betul-betul berdomisili di Desa Tamansari, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember yang beraktifitas secara nasional dan internasional.”
Kedengarannya tentu aneh, bahwa ada sebuah organisasi internasional–terlebih berkaitan dengan lobi Yahudi–berdomisili di sebuah desa di Jember. Desa yang bahkan mungkin tidak dikenal oleh sebagian masyarakat Kabupaten Jember. Terlebih jika mencermati surat keterangan domisili, nomor registrasi bahkan terlihat tidak lengkap, ada ruang kosong di antara “/   /”, sebuah kekosongan yang tidak jamak untuk surat sepenting itu.
Mengenai klaim kerjasama IIPAC dengan sejawat mereka di Australia AIJAC (Australia/Israel & Jewish Affairs Council) sebagaimana yang disebut Ketang, sejauh penelusuran kami, belum tersiar berita tentang kerjasama tersebut. AIJAC justru pernah memberangkatkan sejumlah wartawan Indonesia ke Israel–di antaranya editor The Jakarta Post Endy M. Bayani–lewat program Ramban Israel Fellowship pada Oktober 2007, sebuah program tahunan kunjungan ke Israel bagi para politisi senior, penasihat politik, jurnalis, pejabat senior pemerintah dan para pemimpin organisasi mahasiswa.
Demikian pula kerjasama antara IIPAC dengan organisasi lobi Israel di Amerika Serikat AIPAC (American Israel Public Affairs Committee). Jika kita mencari informasi tentang IIPAC di situs AIPAC, sepertinya nama organisasi tersebut belum dikenal.
Ketang sendiri sudah menyuarakan IIPAC di lingkungan pemuda Nahdlatul Ulama sejak awal tahun 2000-an. Tanggal 4 Oktober 2002 dia menawarkan pelatihan internasional IICA (Indonesia-Israel Cooperation Associaton) 2003 yang bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Israel kepada anggota KMNU 2000 atau organisasi yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama lainnya lewat sebuah milis.
Dalam sebuah emailnya (18/09/2002) menjawab pertanyaan rekannya, dikatakannya bahwa IICA/IIPAC diharapkan menjadi sistem yang dibangunnya dan “personal saya mendapat support dari kyai kyai saya waktu di Pondok.” Ditambahkannya, “Sebentar lagi IICA mau punya website, tinggal cari investornya, untuk operasional.”
Lewat Barisan Muda Nahdlatul Ulama (BMNU) pada bulan Maret 2002, Ketang dan kawan-kawannya berusaha mendatangkan Menlu Israel –saat itu Shimon Perez– ke Jakarta untuk berbicara di acara “Grand Design Nahdhatul Ulama (NU) antara Kultural dan Kepentingan Global” pada 30-31 Maret 2002.
Menanggapi undangan BMNU terhadap Perez tersebut, Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) KH Said Aqiel Siradj mengatakan, pihaknya tak berhak melarang BMNU mengundang Perez. Pasalnya, BMNU bukan organisasi resmi, dan bukan bagian dari struktur dalam organisasi NU (Koran Tempo 23/03/2002).
Penganut Kabbalah
“Anak Kedua dari Pak Ketang ini mewarisi watak ayahnya yang selalu peduli terhadap lingkungan masyarakatnya. Setelah berhasil disekolahkan Gus Dur di Timur Tengah, Hebrew University Jerusalem.”
Demikian keterangan dalam sebuah profil singkat tentang sosok bernama Benjamin Ketang dalam jajaran pengurus inti LSM Tamansari Center. Sebuah LSM yang menurutnya merupakan “kampus berjalan bagi medium pemberdayaan masyarakat Indonesia.” Sama seperti IIPAC, LSM ini juga “bertempat tinggal” di desa Tamansari, Wuluhan, Kabupaten Jember.
Benjamin Ketang, atau menurut informasi yang kami dapat bernama asli Nur Hamid Ketang, adalah seorang pria kelahiran 22 September 1972 di Jember.  Dia alumnus S1 Bahasa Inggris FKIP Universitas Jember (1999).  Setelah itu dia melanjutkan pendidikan S2 (MA) ke Jewish Civilization, The Rothberg International School, The Hebrew University of Jerusalem (2004). Bagaimana bisa melanjutkan ke universitas milik Yahudi? Jawabannya kemungkinan besar seperti yang dia tulis dalam profil singkat di situs Tamansari Center, disekolahkan oleh Gus Dur (mantan presiden Indonesia ke-4).
Tidak jauh dari lingkaran pusat kekuasan negara Indonesia, sepertinya menjadi sebuah misi tersendiri bagi ayah dari Atikah Shabad Kadisha itu. Ben Ketang tidak ragu menampilkan nama KH. Abdurahman Wahid (presiden RI ke-4), disamping nama Prof. Dr. Sambas Wirakusumah sebagai referee di dalam curriculum vitae-nya. Foto Yeni Wahid, putri Gus Dur, ketika mengunjungi lokasi banjir di wilayah Lamongan-Bojonegoro pun dipajang di album photostream-nya bersama foto-foto bugil/semi bugil artis Cut Keke, Ayu Azhari dan beberapa perempuan lain, serta foto pribadinya.
Hubungan dekat antara Gus Dur dengan Hamid “Ben” Ketang, pria Jember yang logat Jawanya cukup kental itu bisa dimaklumi. Sebagaimana diketahui sebagian orang, Ben Ketang adalah seorang aktivis di organisasi kepemudaan Nahdlatul Ulama. Nama Abdul Rasyad Ketang, Hamid Ketang, Benjamin Ketang, Yushav Ketang–yang sangat kentara adalah orang yang sama–terlihat cukup aktif menyuarakan kepentingan dan perlunya Yahudi hadir di Indonesia di dalam sebuah milis pemuda NU.
Dia pernah menjadi pengurus di Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia, organisasi mahasiswa yang memiliki keterkaitan dengan Nahdlatul Ulama. Hanya saja dia menyatakan pamit dari kepengurusan di Pengurus Besar PMII “Putih” pada 1 Nopember 2002, untuk memusatkan perhatian pada studinya ke Yerusalem dan pengembangan Indonesia-Israel Cooperation Associaton (IICA), sebagaimana ditulis dalam emailnya kepada rekan-rekannya di PMII.
Namun rupanya sosok Nur Hamid alias Benjamin itu punya catatan yang kurang baik di PMII. Menurut informasi yang disampaikan anggota milis yang diikutinya hingga kini, dia pernah mencuri dan menjual informasi PMII Jember ke pihak lain. Dan hal itu diamini oleh anggota yang lain. Ketang juga berpetualang di Yayasan Khas pimpinan Said Agil Siraj, Partai Buruh Nasional (informasi ini dicantumkan dalam CV-nya), Barisan Muda Nahdlatul Ulama sepulangnya dari Israel, dan kumpul-kumpul dengan aktivis GP Ansor.
Rekan milisnya bahkan geram, karena Nur “Ben” Hamid berkata, “Saya puas dan benar-benar puas karena sekarang Banser sudah dicap sebagai teroris internasional,” saat mengomentari dimasukkannya Barisan Serba Guna Ansor NU sebagai organisasi teroris di dalam buku “Encyclopedie du Terrorisme International” karya penulis Prancis Thierry Vareilles, terbitan L’Harmattan September 2001.
Masih seputar lingkar kekuasaan, Benjamin Ketang rupanya tidak ingin melepaskan kesempatan masuk dalam partai yang sekiranya bisa disusupi. Sebagaimana ditulis dalam CV-nya, tahun 2004 dia ambil bagian sebagai Champaign Consultant for Media and News Strategies Partai Demokrat saat Kampanye Presiden SBY. Dan ada yang menarik mengenai Benjamin Ketang dan Partai Demokrat. Ketika mengomentari lepasnya pos Kementerian Agama–yang menurut kebiasaan selalu dipimpin oleh orang berlatar belakang Nahdlatul Ulama–ke tangan kader Partai Keadilan Sejahtera, dia menulis dalam sebuah milis (20/10/2009), “Relax aja bro, kita tinggal 2-3 langkah kita kuasai negeri ini bro, PKS itu semua ada dalam setting kita anak muda NU, termasuk Partai Demokrat!”
Meskipun aktif di organisasi pemuda Islam dan bernama asli khas Muslim dan pernah masuk pesantren, pria berkulit gelap itu bisa dibilang bukan lagi penganut Islam. Dalam sebuah diskusi tentang agama di milis yang diikutinya, dia mengaku sebagai seorang penganut  Kabbalah, yang disebutnya sebagai aliran Yahudi ultra ortodoks. Dia bahkan terlihat fasih mengutip Talmud, Midras, dan sumber-sumber suci yang diyakini Yahudi.
Jika Direktur Eksekutif AIJAC Colin Rubenstein dalam tulisannya di Jerusalem Post (10/01/2010) menyebut Gus Dur sebagai “a true friend”, teman sejati. Kesejatian dan kecintaan terhadap Israel juga coba ditularkan Benjamin Ketang kepada putri pertamanya hasil pernikahan dengan Atik Kustini yang lahir pada 23 Januari 2010, Atikah Shabad Kadisha.

Tidak hanya menamainya dengan nama khas Yahudi, Ketang membuat beberapa rekaman video bersama anaknya yang diunggah ke Youtube, di mana dia sedang menghibur bayinya sambil menyanyikan lagu kebangsaan Israel “Hatikva” dalam bahasa Ibrani sambil bercengkrama dengan istrinya.

http://www.hidayatullah.com/berita/cover-story/134-cover-story/14842–dari-pmii-menuju-yahudi

Check Also

014. Syarah Waraqat – Definisi Dzan dan Syak

Definisi al Dzan dan al Syak Bahasan ini merupakan bahasan terakhir sebelum masuk ke bahasan …

2 comments

  1. good …. good

  2. waduhhhhh tamansari kan g jauh dr rmhq…. msa’ sech da lsm “yahudi” br ngerti nech…