2. Asal dalam Syarat-Syarat yang Ditetapkan dalam Muamalah Adalah Halal
(الأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ)
Inilah pendapat yang diambil oleh jumhur ulama.
Pengertian Kaidah
Semua syarat yang diajukan salah satu transaktor, baik syarat tersebut merupakan tuntutan transaksi (akad), syarat untuk kemaslahatan akad (transaksi), atau syarat sifat atau syarat manfaat pada asalnya adalah boleh.
الأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
Kaidah ini termasuk kaidah penting dalam fikih muamalah, karena berhubungan dengan syarat yang memberikan manfaat kepada kedua transaktor atau salah satunya.
Yang juga dimaksud dengan syarat yang ditetapkan dalam akad (الشروط في العقد) adalah syarat yang ditetapkan salah satu transaktor yang memiliki manfaat dalam transaksi tersebut.
Syarat-syarat ini tidak lepas dari tiga keadaan, yaitu:
1. Syarat-syarat yang ditetapkan syariat kebolehannya. Ini diperbolehkan.
2. Syarat-syarat yang ditetapkan syariat larangannya. Ini jelas dilarang.
3. Syarat-syarat yang didiamkan oleh syariat. Ini kembali ke hokum asalnya.
Kapan Syarat Tersebut Ditetapkan?
Syarat itu ditetapkan sebelum akad, ketika dua transaktor tersebut menyepakati syarat tersebut. Contohnya, penjual mensyaratkan pemanfaatan barang dagangannya beberapa waktu tertentu atau pembeli mensyaratkan pembayaran ditunda (utang). Dapat pula dilakukan ketika transaksi dan di masa waktu khiyaar.
Contohnya, seorang menyatakan dalam ijabnya, “Aku jual mobil ini dengan syarat aku gunakan dahulu selama sehari atau dua hari.”
Contoh syarat dalam zaman (masa berlakunya) khiyar (khiyar majelis dan khiyar syarat) adalah seseorang menjual mobilnya, kemudian sebelum berpisah–di majelis tersebut–sang penjual mensyaratkan untuk memanfaatkannya selama sehari atau dua hari. Demikian juga di zaman khiyar syarat, diperbolehkan mengajukan syarat. Contohnya, seorang menjual mobil dan mengatakan, “Saya memiliki hak khiyar selama tiga hari.” Kemudian, di masa tersebut ia mengajukan syarat lagi untuk menggunakan kendaraan tersebut selama sepekan.
Ini semua sah apabila terjadi kesepakatan antara dua transaktor tersebut.
Tentang permasalahan khiyaar akan dibahas dalam pembahasan khusus mendatang, insya Allah.
Dengan demikian, asal dalam syarat-syarat ini adalah halal dan mubah. Dengan demikian, diperbolehkan bagi para transaktor untuk memberikan syarat sesukanya, kecuali bila ada dalil yang melarang syarat tersebut. Apabila dalil larangan tersebut ada, maka ia keluar dari hukum asalnya. Ini semua dalam rangka mempermudah orang bermuamalah dan mewujudkan kemaslahatan bagi mereka.
Syarat yang Shahih
Sebagian ulama membagi syarat yang shahih (syarat yang tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak pula maksudnya, serta memiliki maslahat untuk akad tersebut) dalam muamalah menjadi tiga, yaitu:
1. Syarat termasuk tuntutan akad transaksi (شروط من مقتضى العقد), seperti pembayaran kontan dengan penyerahan barang.
2. Syarat termasuk kemaslahatan akad (شروط من مصلحة العقد), seperti syarat tempo, gadai, atau syarat bentuk barang.
3. Syarat memanfaatkan barang yang diperdagangkan (شروط انفاع المبيع في المعلوم), seperti syarat mengantarkan pulang dengan kendaraan yang dijual atau syarat menggunakan rumah yang dijual dalam waktu tertentu oleh penjual.
Dengan demikian, jelaslah bahwa pada asalnya, syarat dalam muamalah adalah halal dan boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya.
Dasar Kaidah
Kaidah ini didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (Qs. al-Maidah: 1)
Juga firman Allah ‘Azza wa Jalla ,
وَأَوْفُواْ بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً
“Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Qs. al-Isra`: 34)
Perintah menunaikan akad (transaksi) mengandung perintah menunaikan asal dan sifatnya, dan di antara sifatnya adalah syarat-syarat dalam transaksi tersebut.
Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ
“Kaum muslimin bersama syarat-syaratnya.” (Hr. al-Bukhari)
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatekonomi&parent_id=126&idjudul=1§ion=e17