Akad nikah memiliki dua rukun, yaitu ijab dan qabul. Adapun syarat sahnya pernikahan adalah:
a. Persetujuan dari wali
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. bersabda, “Setiap perempuan yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil; jika terlanjur menikah berhak mendapatkan maharnya, karena ia sudah digauli, jika mereka berselisih pendapat, maka hakimlah yang berwenang menjadi wali perempuan yang tidak memiliki wali.”
(Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1524, Ibnu Majah I:605 no:1879 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma’bud VI:98 no:2069, Tirmidzi II:280 no:1108, dan lafadz Abu Daud dan Tirmidzi berbunyi: FA IN DAKHALA BIHAA ‘jika sang suami sudah menggaulinya,’ …. FA INISYTAJARUU ’jika mereka bertentangan.’)
b. Kehadiran para saksi
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. bersabda, “Sama sekali tidak nikah, kecuali direstui wali dan (dihadiri) dua saksi yang adil.” (Shahih: Shahih Jami’us Shaghir no:7557, Baihaqi VII:125, Shahih Ibnu Hibbah hal.305 no:1247).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 541.