Hal-hal yang berkaitan dengan Shalat ‘Ied
- Dimulai saat terbitnya matahari ± setinggi tombak, disunnahkan mengerjakan Shalat ‘Iedul Adha pada awal waktu akhir waktu shalat pada saat tergelincirnya matahari. (Al Mughni II/232)
- Tidak ada shalat sebelum dan sesudah Shalat ‘Ied. Dari Ibnu ‘Abbas Radliyallahu ‘‘anhuma, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا
“Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah keluar pada hari ‘Iedul Adha atau ‘Iedul Fitri, lalu beliau mengerjakan shalat ‘Ied dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah ‘Ied.” (HR. Al Bukhari no. 964 dan Muslim no. 884)
- Panitia shalat Ied menyiapkan benda yang tegak (bisa meja, kursi atau benda lain) di depan tempat shalat Imam sebagai sutrah (pembatas). Dari Ibnu Umar -Radliyallahu ‘‘anhuma-, ia berkata, “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-bila keluar ke tanah lapang untuk mengerjakan shalat ‘Ied, beliau memerintahkan pelayannya untuk membawa tombak lalu ditancapkan di hadapan beliau. Kemudian beliau shalat menghadapnya sementara manusia menjadi makmum di belakang beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 494)
- Shalat ‘Ied dilakukan sebelum khutbah. Dari Ibnu ‘Umar -Radliyallahu ‘‘anhuma-, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رضى الله عنهما يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘Ied sebelum khutbah.” (HR. Al Bukhari no. 963 dan Muslim no. 888)
- Shalat ‘Ied tanpa didahului Adzan dan Iqomat. Dari Jabir bin Samuroh -radliyallahu ‘anhu-, ia berkata,
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ.
“Aku pernah melaksanakan shalat ‘Ied (’Iedul Fitri dan ’Iedul Adha) bersama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.” (HR. Muslim, no. 887)
Ibnu Qayyim al Jauziyah mengatakan, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat, beliau pun mengerjakan shalat ‘Ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatu Jaam’iah.” Yang termasuk ajaran Nabi adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi.” (Zaadul Ma’ad, 1/425)
- Dibolehkan mengerjakan Shalat ‘Ied pada hari kedua jika luput (ada udzur) pada hari pertama. dari Abu Umair bin Anas, dari paman-pamannya yang termasuk sahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-: “Mereka bersaksi bahwa mereka melihat hilal (bulan tanggal satu) kemarin, maka Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan mereka untuk berbuka dan pergi ke mushalla (tanah lapang) mereka keesokan paginya.” (HR. Abu Daud no. 1157 dan An Nasaa’i 3/18)
- Jika tidak sempat shalat jama’ah bersama Imam, boleh mengerjakannya sendiri di rumah dua raka’at. Imam Al Bukhari Rahimahullah berkata: ”Apabila seseorang luput dari shalat ‘Ied hendaklah ia shalat dua raka’at.” (Lihat Fathul Bari 2/550)