Sineas asal Belanda, Benny Brunner, segera meluncurkan film dokumenter terbarunya yang berkisah soal penjarahan buku-buku milik cendekiawan Palestina oleh tentara Israel dalam Perang Arab-Israel 1948.
Menurut Brunner, diperkirakan ada 30 ribu buku dan naskah dalam bahasa Arab, termasuk yang langka dan mahal, yang dijarah tentara Israel. Naskah-naskah itu lantas dijadikan koleksi Perpustakaan Nasional Israel.
“Perpustakaan Nasional Israel “mengumpulkan” buku-buku ini dari pelbagai perpustakaan pribadi orang Palestina yang kabur karena diusir dari rumah mereka pada tahun 1948,” kata Brunner, Selasa (27/12).
Menurut Brunner, karyawan Perpustakaan Nasional berkoordinasi dengan tentara Israel. Mereka masuk rumah-rumah orang Palestina yang sudah dikosongkan dengan paksa. Kadang-kadang, demikian Benny berlanjut, buku-buku itu sudah dijarah ketika pertempuran masih belum reda.
Brunner saat ini dalam proses menghubungi para cendekiawan Palestina pemilik buku-buku tersebut. Salah satu saksi mata yang sudah dihubunginya adalah Nasser Eldin Al Nashashibi, seorang keturunan cendekiawan Arab terkemuka di Yerusalem.
Ketika pecah perang tahun 1948, Nasser baru berusia 20 tahunan. Katanya, “Buku-buku kami dicuri dari rumah ini. Orang-orang Yahudi menjarahnya. Saya lihat dengan mata kepala sendiri.”
Aziz Shehadah, seorang pengacara Arab-Israel dari Nazareth yang sempat magang di Perpustakaan Nasional Israel mengakui penjarahan ini. Ketika tahun 1960-an, Shehadah sempat melihat sejumlah buku langka berbahasa Arab Kuno tentang Islam. “Semua orang juga tahu, buku-buku itu berasal dari kota Arab, ada beberapa yang masih ada dalam karung.”
Seorang sumber Brunner menambahkan, memang ada karyawan perpustakaan yang bertugas menghapus nama pemilik orang Arab dari sebagian besar buku yang ada. “Ini menjelaskan mengapa hanya 6.000 buku yang disebut sebagai hak milik yang diabaikan, padahal pada dokumen asli tertera sebanyak 30 ribu buku,” katanya
Tuduhan penjarahan ini dibantah oleh Perpustakaan Nasional Israel. Oren Weiberg, jurubicara Perpustakaan Nasional menyatakan bahwa lembaganya hanya mengelola buku-buku atas nama Dinas Hak Milik Yang Diabaikan di bawah Kementerian Keuangan Israel.
Pejabat Kementerian Keuangan Israel juga mengklaim buku-buku di Perpustakaan Nasional Israel bukan buku jarahan. Namun mereka mengatakan pada tahun 1948, mereka bekerja sama dengan Universitas Haifa untuk mengumpulkan buku dari pihak ketiga. “Pemilik asli buku-buku ini, demikian tertera dalam reaksi tertulis Kementerian Keuangan Israel, tidaklah diketahui,” demikian pernyataan Kementerian Keuangan.
Tidak hanya itu rupanya. Brunner bertemu dengan seorang warga Israel yang pada tahun 1960-an pernah membeli buku bekas di Perpustakaan Nasional Israel. Lucunya, buku bekas itu ternyata punya rekan si warga Israel, yang kebetulan orang Palestina.
“Kalau ada buku-buku yang tidak menarik bagi perpustakaan, seperti buku pelajaran sekolah, maka buku itu akan mereka jual. Bayangkan saja menjual barang curian kepada pemilik barang yang dicuri itu!” kata si warga Israel.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/12/28/154853-perpustakaan-nasional-israel-ternyata-menjarah-bukubuku-warga-palestina