Sumber pangan dari hewan harus lebih diwaspadai oleh konsumen muslim. Masyarakat muslim harus memeriksa label halalnya. Karena sumber pangan turunan hewani sudah banyak di tambahkan ke dalam komposisi produk yang beredar secara luas di masyarakat. Hal itu disampaikan Dewan Pelaksana Lembaga Penelitian dan Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPP-POM) MUI Bidang Sistem Jaminan Halal, Muslich, pada Sosialisasi Menuju Bogor Kota Halal 2011 di Wisma Bogor Permai pada Kamis (20/5).
Menurut Muslich, bahan-bahan tambahan tersebut harus diteliti sumbernya, terutama enzim dan kultur bakteri. Enzim rennet yang biasa digunakan dapat berasal dari hewan atau pun diproduksi secara microbial. Sosialisasi ditujukan untuk para pengusaha produk Pangan Asal Hewan (PAH) dan turunannya se-Kota Bogor.
Seringkali kita tidak sadar bahwa bahan pangan yang kita temui sehari-hari kita anggap halal, padahal substansinya mungkin tidak demikian. Sebut saja keju. Bahan makanan yang mudah dijumpai ini ternyata hampir semua bahan dasarnya berasal dari bahan impor.
Sementara lembaga yang memiliki otoritas untuk memberi label halal tidak punya kontrol untuk melakukan pengawasan sejak awal. Produk keju terbuat dari susu dan bahan tambahan lainnya seperti kultur bakteri, enzim, dan pewarna.
“Jika berasal dari hewan maka sumber hewan dan proses penyembelihannya harus menjadi fokus utama dari penelusuran kehalalannya. Sedangkan jika diproduksi secara mikrobial, maka harus jelas media yang digunakan untuk pertumbuhan dan produksinya,” ujar Muslich.
Diungkapkan, bahan turunan hewani bisa dikatakan halal apabila, berasal dari hewan halal dan disembelih sesuai Hukum Islam, tidak berasal dari darah, dan tidak terkontaminasi bahan haram atau najis.
Bahan turunan hewani antara lain seperti tulang, kulit, bulu, lemak, jeroan, darah dan sebagainya. Bahan-bahan tersebut dapat dijadikan bahan dasar campuran makanan seperti pengemulsi, penstabil, atau seasoning (flavor). Bahan-bahan tersebut bisa menjadi titik kritis yang perlu di-cek ulang kehalalannya.
Peran aktif LPP-POM MUI dibutuhkan untuk menangani hal ini. Sebagai badan yang mengatur kategori makanan dan minuman, LPP-POM MUI mempunyai peran sebagai penyedia database produk halal, pemberi sosialisasi produk halal dan prosedur sertifikasi, penyedia konsultasi cara produksi produk halal, pemberi fasilitas dan audit sertifikasi produk halal serta pemberi bantuan dalam hal pengembangan sistem jaminan halal.
Berkaitan dengan upaya mewujudkan Bogor sebagai Kota Halal, harus ada keselarasan dengan proses sosialisasi dan penjelasan tentang pengertian dan konsep serta maksud dan tujuan mewujudkan Kota Halal tersebut. “Konsep halal harus dapat dipahami sebagai upaya melindungi warga Kota Bogor selaku konsumen untuk mendapatkan bahan makanan yang memenuhi standar ASUH, yaitu Aman, Sehat, utuh, dan Halal,” ungkap Kepala Bappeda Kota Bogor, Azrin M.Samsudin yang turut hadir dalam acara.
“Akan ada pelaksanaan sosialisasi tahap berikutnya dengan sasaran para konsumen secara umum dan ibu-ibu PKK se-Kota Bogor pada bulan Juni dan Juli mendatang. Selain itu sosialisasi juga terus dilakukan melalui media massa, brosur, spanduk, dan pameran produk-produk halal,” imbuh Azrin.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/info-halal/10/05/20/116477-konsumen-muslim-harus-teliti-memilih-produk-hewani-halal