Home » Fiqih » Argumen yang Membolehkan Rokok Tidak Dapat Dipegang Lagi

Argumen yang Membolehkan Rokok Tidak Dapat Dipegang Lagi

Yogyakarta – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof. Syamsul Anwar, berpendapat bahwa saat ini argumen-argumen yang membolehkan merokok tampaknya tidak lagi dapat dipegang lagi.”Karena telah menjadi keyakinan luas dan dibuktikan oleh ahli-ahli medis bahaya merokok bagi kesehatan pelaku sendiri dan bagi orang lain yang terkena paparan asap rokok” terang Syamsul. Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Yunahar Ilyas menyepakati pendapat tersebut, Yunahar juga mengusulkan beberapa pemecahan masalah yang mungkin timbul seperti masalah pada petani tembakau.

Syamsul juga menyatakan dalam acara Halaqah “Pengendalian Dampak Rokok di Lingkungan Muhammadiyah” di Kantor PP Muhammadiyah, Jl Cik Di Tiro Yogyakarta, Selasa (15/12/2009), Majelis Tarjih dan Tajdid harus merevisi fatwanya dengan menggali lebih dalam illat hukum di sekitar rokok, karena pada fatwa yang dikeluarkan melalui Majalah Suara Muhammadiyah No. 24 tahun ke 90/2005 menyatakan bahwa merokok itu mubah. “Menurut saya karena fatwa itu keluar karena belum benar –benar mengetahui bahaya merokok, seperti yang kita miliki saat ini” lanjut Syamsul.

Argumen pengharaman rokok menurut Syamsul sudah cukup kuat, salah satunya adalah berdasar Al Qur’an Surat An Nisa’ ayat 29 yang merupakan larangan untuk melakukan bunuh diri. “Kita bisa melihat keterangan badan kesehatan dunia , WHO, yang menyatakan bahwa setiap tahun 5 juta orang meninggal akibat rokok”  terang Syamsul. Syamsul juga merujuk Al Qur’an Surat 17 ayat 26 dan 27 yang melarang menghambur-haburkan harta dengan boros dan mubazir, padahal membeli rokok adalah menimbulkan  kemudharatan. “ Maka jangan membeli rokok” lanjutnya.

Sebelumnya, Syamsul menerangkan bahwa pada umumnya respon awal para ulama  menyatakan keharaman rokok. Seperti oleh Ibrahim al Laqqani ditahun 1631, Muhammad ibn ‘Allan al Makki di tahun 1647  dan juga seorang ulama Mahzab Hanafi al –haskafi ditahun 1677. “Fatwa-fatwa kontemporer juga cenderung mengharamkannya” terang Syamsul. Walaupun dalam makalahnya Syamsul menyatakan ada juga ulama yang tidak mengharamkan, termasuk fatwa majelis Tarjis di atas.

Nasib Petani Tembakau

Sementara itu Prof. Yunahar Ilyas, Ketua PP Muhammadiyah yang juga salah satu Ketua Majelis Ulama Pusat, menyatakan bahwa kekahwatiran kalau fatwa rokok haram nantinya bisa menghilangkan mata pencaharian petani tembakau bisa diatasi.”Majelis Pemberdayaan Masyarakat bisa menjadi pendamping para petani tembakau untuk menanam yang lain” saran Yunahar.

Berkaitan dengan petani tembakau diatas, Prof, Syamsul Anwar menyatakan bila kemudian rokok dinyatakan haram, pelaksanaannya bisa seperti fatwa  pengharaman terhadap bunga bank, yaitu bisa ada toleransi kalau dalam kondisi darurat, karena masih banyaknya petani yang masih menggantungkan hidup pada tanaman tembakau.

Berkaitan dengan ketaatan warga Muhammadiyah terhadap fatwa, menurut Yunahar orang tidak boleh sembarangan menolak fatwa “Karena menolak fatwa harus ada argumentasinya” kata Yunahar. Fatwa harus ditandingi dengan fatwa kalau berbeda, walaupun fatwa bukan undang undnag, tetapi fatwa mengikat dari segi argumentasinya. “Jadi tidak boleh asal menolak, kalau ada alasan boleh menolaknya, kalau tidak ada alasan tidak boleh menolak fatwa” lanjut Yunahar. Dalam kesempatan itu sebelumnya  Yunahar menguatkan permintaan Prof. Syamsul Anwar kepada  jajaran Majelis Tarjih dan Tajdid untuk segera merevisi fatwa mubah menjadi makruh atau haram. (arif)

Sumber: http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1792&Itemid=2

Check Also

Do’a Akhir Tahun

Hukum Doa Akhir Tahun   Pertanyaan: بسم الله الرحمن الرحيم وصلى الله على سيدنا محمد …